ISLAMTODAY ID— Pelabuhan di sepanjang perairan Afrika Timur merupakan satu rangkain jalur perdagangan internasional dengan komoditas utamanya ialah rempah-rempah. Kota-kota pelabuhan tersebut di antaranya Mogadishu (Somalia), Mombassa (Kenya), Kilwa (Tanzania), hingga Aden (Djibouti).
Kesultanan Islam di Afrika Timur dan masyarakatnya memiliki tradisi khusus untuk menyambut kedatangan para pedagang asing yang singgah di pelabuhannya. Ibnu Batutah dalam Kitabnya Ar-Rihlah mengisahkan sejumlah tradisi penyambutan para pedagang asing di setiap kota pelabuhan milik Kesultanan Islam.
Berikut tradisi penyambutan dan tata kelola pelabuhan di kota-kota pelabuhan milik Kesultanan Islam di Afrika Timur:
- Mogadishu
Penyambutan pedagang asing di Mogadishu diawali oleh para petugas dari kesultanan. Para petugas akan mendata identitas mereka mulai dari pemilik kapal, jenis barang dagangannya, kota tujuan dagang, hingga siapa saja yang berada di kapal tersebut.
Ibnu Batutah menerangkan hasil pendataan tersebut nantinya akan dilaporkan secara langsung kepada sultan. Selanjutnya akan ditetapkan sejumlah kebijakan, misalnya mempersiapkan upacara penyambutan tamu jika diperlukan.
Setelah resmi didata oleh pihak kesultanan, selanjutnya masyarakat setempat akan berlomba-lomba menyambut mereka dengan mendatangi kapal pedagang menggunakan perahu-perahu kecil.
Beberapa penduduk naik ke kapal pedagang sambil membawakan makanan. Tidak hanya menawarkan jamuan makan, penduduk pun mempersilahkan para pedagang untuk singgah dan bermalam di rumah mereka.
Uniknya para pedagang hanya akan menginap di rumah penduduk yang memberikan jamuan makanan kepada mereka. Pedagang asing yang kerap singgah di Mogadishu pun memiliki hak istimewa, mereka bebas menginap di rumah siapa saja yang dia inginkan.
Selanjutnya penduduk Mogadishu dan pedagang asing akan melakukan kegiatan transaksi jual beli. Para pedagang bebas menentukan harga barang asalkan sesuai dengan kondisi barang dagangan mereka. Sementara itu transaksi jual beli keduanya juga bisa batal hanya karena kedua belah pihak saling mencela.
- Mombasa
Catatan tentang aktivitas perdagangan berikutnya berasal dari Vasco Da Gama seorang penjelajah berkebangsaan Portugis. Ia mencatat tentang adanya pajak masuk yang diberlakukan oleh raja Mombasa kepada para pedagang asing di wilayah kesultanan miliknya.
Namun catatan dari Vasco dinilai janggal, sebab menurut Vasco raja Mombasa memberlakukan berbagai syarat untuk setiap barang masuk di wilayahnya.
Pertama pajak masuk sebesar satu mitsqal untuk setiap seribu potong kain, kedua kain milik pedagang asing dibagi rata dengan sang sultan.
Satu mitsqal menurut Mahmud As-Subki dalam Ad-Din Al-Khalish ialah ukuran untuk menimbang barang yang sedikit maupun banyak. Secara syar’i, satu mitsqal adalah 22 6/7 karat. Jadi 1 3/7 dirham beratnya berarti 4,44 gram.
Catatan yang diberikan Vasco ada dugaan untuk menyudutkan kiprah dan peranan Kesultanan Islam. Faktanya pada masa itu perdagangan di Samudera Hindia merupakan jalur paling sibuk dan paling ramai.
- Kilwa
Catatan tentang pemberlakuan pajak masuk juga diungkapkan oleh Brazil Davidson. Ia mengutip pernyataan dari Vasco tanpa memberikan kritikan apapun, sebagaimana dikutip oleh Neville Chittect dalam Kilwa on Islamic Trading.
Disebutkan dalam laporan Vasco bahwa Kesultanan Kilwa menetapkan bea masuk impor sebesar satu mitsqal untuk setiap 500 panjang katun impor. Tidak hanya itu raja juga dituliskan dengan meminta jatah dua per tiga dari seluruh komoditas impor milik pedagang.
Catatan berikutnya yang tidak kalah menyudutkan Kesultanan Islam di Kilwa ialah tentang permintaan pajak untuk setiap pembelian emas dan gading di Saffala. Bahkan yang lebih mengerikan ialah catatan tentang pemberian denda, sanksi yang cukup berat ketika mereka tidak bersedia membayarnya di Kilwa.
Pedagang asing dikabarkan harus membayarkan pajak bea masuk hingga lima persen kepada penguasa di Mombasa. Tentu catatan di atas secara sekilas bisa dimaknai sebagai perampokan bukan pemberian bea masuk impor barang.
Catatan yang merugikan Kesultanan Islam di kawasan Afrika Timur itu tidak bisa dilepaskan dari peran strategis mereka dalam perdagangan internasional saat itu. Pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Afrika Timur menjadi pintu masuk komoditas penting bagi bagi perdagangan di Samudera Hindia.
- Aden
Pelabuhan Aden masih terletak di kawasan perairan Afrika Timur. Daerah ini disebut-sebut sebagai kawasan perdagangan terbesar yang menghubungkan banyak pedagang dari berbagai kawasan seperti Laut Merah dan Mediterania dengan kawasan Samudera Hindia dan Laut China.
Aden merupakan pelabuhan terakhir sebelum Laut Merah, pelabuhan terakhir yang bisa disingahi para pedagang non muslim yang berasal dari India dan China. Laut Merah saat itu dikenal sebagai laut Islam sehingga setiap pedagang non muslim di larang memasuki kawasan itu.
Sistem administrasi pendataan para pedagang asing ini juga berlaku di Aden. Penduduk setempat dengan menaiki perahu-perahu kecilnya akan segera menyambut para tamu asingnya itu. Mereka akan segera naik dan beramah tamah dengan para pedagang.
Pada kesempatan tersebut akan ada seorang juru tulis yang bernama karani. Juru tulis akan menuliskan tentang muatan kapal. Hasil pendataan muatan kapal tersebut nantinya akan diserahkan kepada gubernur pelabuhan.
Selain dilakukan pendataan identitas pedagang dan muatan kapal, para petugas kesultanan juga akan melakukan inspeksi. Inspeksi pun dilakukan dengan sangat teliti bahkan dipisahkan antara laki-laki dan perempuan.
Di Aden pengawasan terhadap para pedagang asing cukup ketat. Syahbandar pelabuhan mencegah agar tidak ada satu pun pedagang di sana kabur dan masih meninggalkan utang pada penduduk lokal.
Ada petugas khusus yang akan memberitahukan kepada para penduduk jika salah seorang pedagang akan meninggalkan pelabuhan.
Pedagang asing baru bisa meninggalkan pelabuhan setelah tidak ada seorang pun yang saling berhutang di antara mereka.
Penulis: Kukuh Subekti