(IslamToday ID) – Normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel disebut-sebut dilandasi oleh satu syarat, yaitu pembatalan aneksasi Tepi Barat. Namun, terjadinya perbedaan pendapat antara UEA dan Israel.
UEA menyebut normalisasi hubungan dengan Israel menghasilkan kesepakatan penghentian aneksasi Tepi Barat. Sementara, Israel menyebutnya hanya sebatas penangguhan.
Berdasarkan pernyataan trilateral berbahasa Inggris antara UEA-Israel-Amerika Serikat (AS) yang dirilis pada tanggal 31 Agustus 2020 lalu, normalisasi hubungan akan menangguhkan rencana aneksasi Tepi Barat. Namun dalam pernyataan versi berbahasa Arab, kesepakatan tersebut membuat rencana aneksasi Tepi Barat oleh Israel dihentikan.
Perbedaan tersebut langsung disoroti oleh Palestina yang selama ini mengecam normalisasi hubungan UEA dan Israel. “Bandingkan diri Anda dengan dua versi, penangguhan perpanjangan kedaulatan, bukan penghentian aneksasi tanah Palestina,” tulis Sekjen Organisasi Pembebesan Palestina (PLO), Saeb Erekat di akun Twitter-nya seperti dikutip di Reuters, Selasa (15/9/2020).
Menurut seorang pejabat senior PLO, perbedaan tersebut tampak disengaja sebagai upaya “lidah bercabang” untuk mempengaruhi opini publik di dunia Arab.
“Saya tidak berpikir ini adalah masalah penerjemahan, saya pikir ini adalah cara yang tidak jujur untuk mencoba memanipulasi wacana,” katanya.
Pengamat politik dunia Islam, Muhammad Najib mengatakan, Tepi Barat sendiri hanya dijadikan sebagai legitimasi sehingga tidak diperdebatkan oleh keduanya.
“Itu sebetulnya masing-masing untuk alat legitimasi saja. Karena bagi Israel tidak ada negara Palestina, paling tidak di mata (Perdana Menteri Benjamin) Netanyahu,” terangnya.
“Dan bagi UEA itu adalah alasan, sebagai pemantas, masa ujug-ujug mau berdamai,” tambahnya. [wip]