ISLAMTODAY ID-Kementerian Luar Negeri Burkina Faso telah menyatakan bahwa duta besar Prancis untuk Ouagadougou, Luc Hallade sebagai persona non grata (orang yang tidak diinginkan).
Pernyataan tersebut berasal dari juru bicara pemerintah Burkina Faso Jean-Emmanuel Ouedraogo kepada media pada hari Senin (2/1/2023).
Hal ini terjadi di tengah meningkatnya sentimen anti-Prancis di kalangan masyarakat di bekas jajahan Prancis.
Perkembangan itu terjadi kurang dari sebulan sejak pemerintah Burkina Faso menangguhkan siaran Radio France International (RFI) milik negara Prancis, menuduhnya menyebarkan “pesan untuk mengintimidasi publik, yang dikaitkan dengan seorang pemimpin teroris.”
Ouedraogo mengatakan bahwa Hallade yang telah menjadi Duta Besar Prancis untuk Burkina Faso sejak 9 September 2019 secara resmi diminta untuk meninggalkan negara Afrika Barat tersebut.
Melansir dari Sputniknews, Rabu (5/1/2023), juru bicara itu tidak mengungkapkan alasan di balik langkah Ouagadougou.
Sementara itu, seorang pejabat Paris mengatakan kepada media Prancis bahwa Ouagadougou telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Luar Negeri Prancis pada akhir Desember 2022.
Lebih lanjut, dia menuntut agar Paris menarik kembali kepala diplomasi Prancis di Burkina Faso.
Dalam surat yang isinya dibagikan di media sosial pada Senin, otoritas Ouagadougou tidak menyebutkan alasan pengusiran perwakilan Prancis tersebut.
Namun, outlet berita Prancis mengutip sumber tanpa nama yang menyatakan bahwa kepergian Hallade dapat “sebagian” terkait dengan surat baru-baru ini yang dikirim oleh diplomat kepada warga negara Prancis yang tinggal di kota Koudougou di Provinsi Boulkiemdé Burkina Faso, yang menyarankan mereka untuk “pindah” ke ibu kota negara atau ke kota Bobo Dioulasso di barat daya negara itu.
Pada pertengahan Desember 2022, pemerintahan Presiden Ibrahim Traore menangguhkan siaran Radio France International (RFI) milik negara Prancis, menuduhnya telah menyebarkan “pesan untuk mengintimidasi publik, yang dikaitkan dengan pemimpin teroris”.
Pengusiran Hallade juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Prancis dan bekas jajahannya.
Pada Juli 2022, Duta Besar Hallade terpaksa meminta maaf setelah membuat pernyataan yang membandingkan situasi di Burkina Faso dengan perang saudara.
Beberapa bulan kemudian, pejabat Prancis menuduh otoritas Burkinabe gagal melindungi gedung Kedutaan Besar Prancis, yang diserang selama protes anti-Prancis.
Pada saat itu, pengunjuk rasa membakar penghalang di luar kedutaan.
Pihak berwenang di Burkina Faso telah berusaha mengekang terorisme sejak tahun 2015.
Negara ini adalah bagian dari wilayah Sahel Afrika yang sangat tidak stabil, yang dikenal sebagai sarang kegiatan teroris dan bandit.
Selama tahun 2022, Burkina Faso menyaksikan dua kudeta militer dalam periode delapan bulan yang disebabkan oleh kegagalan pemerintah untuk mengatasi ketidakamanan yang sedang berlangsung di negara tersebut, terutama disebabkan oleh kelompok teroris yang terkait dengan Daesh dan Al-Qaeda.
Pada September 2022, kapten militer Presiden Ibrahim Traore dilantik sebagai kepala pemerintahan transisi Burkina Faso menyusul kudeta terhadap Letnan Kolonel Paul-Henri Sandaogo Damiba, yang berkuasa dalam kudeta pada Januari.
Traore bersumpah untuk membersihkan negara dari “gerombolan teroris”.
(Resa/Sputniknews)