ISLAMTODAY ID-Pemimpin Partai Patriotik, Dogu Perincek mengatakan bahwa Turkiye harus meninggalkan NATO dan beralih ke Rusia dan China.
Perincek, 80, memimpin Partai Patriotik (Vatan Partisi), digambarkan sebagai gerakan nasionalis sayap kiri.
Dia secara luas dilihat sebagai underdog dalam pemilihan 14 Mei, di mana Kemal Kilicdaroglu yang didukung Barat berusaha untuk menggeser Presiden petahana Recep Tayyip Erdogan.
“Semua upaya kami ditujukan untuk memperkuat kebebasan dan kemerdekaan Türkiye,” ungkap Perincek kepada RT pada hari Rabu (10/5/2023), seperti dilansir dari RT, Jumat (12/5/2023).
Nasib Ankara, menurutnya, berada di peradaban Asia-sentris yang saat ini muncul di bawah kepemimpinan Rusia, China, Iran, dan India – sebagai anggota BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO).
Perincek menggambarkan NATO sebagai “bukan pembebasan, tetapi tawanan” untuk Türkiye, memprediksi bahwa Ankara akan keluar dari blok yang dipimpin AS “dalam waktu dekat”.
“Orang Turki tidak terikat oleh rantai NATO,” ungkap Perincek kepada RT, mencatat bahwa publik melihat AS sebagai musuh, dan Rusia serta China sebagai teman.
Dia mendukung kendali Rusia atas Krimea, Donetsk, Lugansk, Kherson, dan Zaporozhye sebagai “pukulan besar bagi imperialisme AS”, dan berpendapat bahwa ekspansi NATO ke arah timur adalah “ancaman terhadap Türkiye sama seperti terhadap Rusia”.
Politisi Turki itu menepis prospek bergabung dengan UE sebagai “mustahil”, karena blok tersebut sebagian besar terdiri dari negara-negara Kristen yang tidak menginginkan anggota mayoritas Muslim di tengah-tengah mereka.
Türkiye diberikan status kandidat pada tahun 1999, tetapi tidak memiliki batas waktu untuk benar-benar bergabung.
“Brussel ingin Ankara “terikat di depan pintu mereka” tetapi tidak benar-benar di dalam,” ungkap Perincek, menggambarkan negaranya sebagai “tersalib” oleh pengaturan itu.
Mengomentari fakta bahwa Presiden AS Joe Biden membatalkan undangan Ankara dari ‘KTT untuk Demokrasi’ pada akhir Maret, Perincek menyebut acara “palsu” dan Washington “pusat permusuhan terhadap demokrasi”.
“Demokrasi mereka sendiri palsu. Tidak ada demokrasi di sana, semuanya asap dan cermin, penipuan rakyat,” ungkapnya kepada RT.
Saat ini “AS imperialis” berbeda dari negara yang diperjuangkan George Washington, Thomas Jefferson, dan Abraham Lincoln, dan “mencekik demokrasi, baik di dalam maupun luar negeri”.
Perincek juga keberatan dengan sanksi Barat terhadap Moskow, yang juga merugikan Ankara.
Sanksi AS akan menjadi bumerang dalam jangka panjang, katanya kepada RT, terutama jika semua 40 negara yang diberi sanksi oleh Washington bergabung dan memberi sanksi kepada Amerika secara bergantian.
(Resa/RT)