ISLAMTODAY ID-Moskow dan Minsk telah menyegel kesepakatan tentang pengerahan senjata nuklir taktis Rusia di Belarusia.
Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu Menjelaskan perlunya langkah tersebut karena mengacu pada peningkatan baru-baru ini dalam jumlah manuver NATO yang melibatkan senjata pemusnah massal.
Shoigu dan timpalannya dari Belarusia, Viktor Khrenin, pada hari Kamis (25/5/2023) menandatangani dokumen yang menetapkan persyaratan penyebaran dan penyimpanan senjata Rusia.
Menteri Rusia menekankan bahwa langkah itu diambil sebagai tanggapan atas “peningkatan akut ancaman dan aktivitas misi nuklir bersama NATO.”
Dia mencatat bahwa perjanjian tersebut melibatkan “senjata nuklir non-strategis” dan sesuai dengan “semua kewajiban hukum internasional yang berlaku saat ini.”
“Rusia tidak menyerahkan senjata nuklir ke Republik Belarusia; kontrol atasnya dan keputusan untuk menggunakannya tetap ada di pihak Rusia,” ungkap Shoigu, seperti dilansir dari RT, Kamis (25/5/2023).
Moskow telah memberi Minsk rudal Iskander-M berkemampuan nuklir dan telah membantu Belarusia memodifikasi beberapa jet tempurnya sehingga mereka dapat membawa senjata nuklir, ungkap menteri Rusia itu.
Shoigu juga menyatakan bahwa “tindakan tambahan” dapat diambil untuk memastikan “keamanan Negara Persatuan [antara Rusia dan Belarusia].”
Khrenin bersikeras bahwa kesepakatan antara kedua sekutu itu “akan menjadi tanggapan yang efektif terhadap kebijakan agresif negara-negara yang memusuhi kita.”
Dia juga mengungkapkan harapan bahwa pengerahan senjata nuklir Rusia ke Belarusia akan membuat kekuatan Barat merevisi aktivitas mereka di wilayah tersebut.
Menteri Belarusia memuji kesepakatan itu sebagai bukti lebih lanjut dari pentingnya hubungan “strategis” antara Moskow dan Minsk.
Presiden Rusia Vladimir Putin pertama kali mengumumkan pada akhir Maret bahwa Moskow akan menyebarkan senjata nuklir ke Belarusia atas permintaan Minsk. Dia mengutip praktik Amerika menempatkan senjata nuklirnya sendiri di negara-negara sekutu.
AS dan NATO dengan cepat mengkritik keputusan Rusia, mengklaim itu “berbahaya dan tidak bertanggung jawab.”
(Resa/RT)