IslamToday ID –Mundurnya CEO Ruangguru, Belva Devara sebagai stafsus presiden, tidak menghentikan publik untuk mendesak transparansi seleksi mitra Kartu Prakerja. Banyak yang menduga ada ketidak beresan dalam proses seleksi. Terlebih mencuat fakta mitra kartu pra kerja dikuasi gurita bisnis perusahaan asing.
Sebelumnya, Belva mengklarifikasi melalui akun media sosialnya jika penunjukan ruangguru sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Yakni aturan Kemeterian Koordinator bidang Perekonomian dan juga Badan Pelaksana Kartu Prakerja (PMO). Aturan yang menjadi landasan hukum penunjukan mitra kerja kartu prakerja ini ada tiga yaitu Perpres No. 36/2020 Permenko Perekonomian No. 3/2020, dan Inpres No. 4/2020.
Ada delapan mitra Kartu Prakerja. Antara lain; Tokopedia, Skill Academy Ruangguru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Sisnaker, dan Pijar Mahir. Namun penunjukan delapan start up ini dilakukan tanpa melalui proses tender atau lelang.
“Ini kesepakatan bersama untuk bekerjasama, bukan tender, kalau tender itu kami mengadakan barang atau jasa, kami tidak mengadakan barang atau jasa,” kata Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky (15/4/2020).
Selain tidak melakukan penujukan pihaknya juga mengklaim bahwa kedelapan start up itu sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Artinya tidak ada mekanisme aturan yang dilanggar dalam kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dengan pihak swasta. Ia pun tidak menampik pernyataan Belva jika di bulan Desember 2019, ruangguru diundang ke istana.
Dalam pertemuan itu pemerintah menginformasikan tentang rencana implementasi Kartu Prakerja dan menawarkan kerjasama dengan platform-platform yang dapat memberikan jasa marketplace untuk pelatihan.
“Saya tidak bisa berkomentar atas persepsi yang bersangkutan sebagai suatu proses seleksi,” tutur Panji (22/4/2020).
Anehnya, landasan hukum penunjukan kedelapan start up tersebut baru ada di tahun 2020. Kejanggalan berikutnya adalah prosesi penandatanganan MoU terjadi di tanggal 20 Maret 2020. Sementara Permenko baru terbit pada 27 Maret 2020.
Kemudian bersamaan dengan mewabahnya corona, program kartu prakerja dijadikan salah satu instrumen jaring pengaman sosial.
Aliran Keuntungan
Pelatihan dalam Kartu Prakerja bernilai Rp1 juta per orang dan diperuntukan bagi 5,6 juta orang penerima. Artinya, ada Rp5,6 triliun uang yang akan dialirkan pada delapan mitra yang telah ditunjuk langsung oleh pemerintah. Dana negara triliunan rupiah itu menjadi suntikan bagi para provider.
Fakta menunjukan ruangguru merupakan anak cabang dari Ruangguru Private Limited, sebuah start up pendidikan Indonesia yang di naungi oleh PT Ruang Raya Indonesia. PT Ruang Raya Indonesia memiliki Komisaris Utama Wilson Cuaca pendiri dari East Ventures.
Perusahaan ventura terbesar di Asia Tenggara ini investor asing untuk berinvestasi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Selain ruangguru, Tokopedia, Go-Jek, Bukalapak, Traveloka juga memiliki kaitan dengan East Ventures.
Pintaria yang juga menjadi mitra Kartu Pra Kerja ternyata di bawah PT. Haruka Evolusi Digital Utama. Saham terbesar perusaan ini dipegang oleh Harukaedu Pte Ltd yang berkedudukan di Singapura.
Pemerintah ternyata memang membidik investor dibalik start up yang menjadi mitra kertu prakerja. Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Pra Kerja, Denni Puspa Purbasari menjelaskan, proses diskusi atas pelibatan semua mitra telah dilakukan sejak November 2019. Saat itu, pihaknya ingin segera menandatangani nota kesepahaman dengan calon mitra. Langkah ini dilakukan agar para investor yang berada di balik mitra tersebut bisa menginvestasikan dana lebih besar.
“Biar investasi mereka, kalau tidak investasi, tidak bisa melayani. Ini program besar,” kata Denni melalui telekonferensi, Rabu (22/4/2020) seperti dilansir dari detik.com
Segera Hentikan
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah berkaitan dengan kasus yang terjadi dengan ruangguru dan Belva, seharusnya semua mita kerja dihentikan terlebih dahulu. Kasus terlibatnya ruangguru sebagai mitra kerja kartu prakerja tentu telah menimbulkan kesan tidak objektif dan bertentangan dengan peraturan presiden yang telah ada. Karena proses tersebut tidak transparan kepada publik.
“Sebab, proses pemilihannya pun tidak sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa,” terang Wana.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda, mengkritik program kartu prakerja yang hanya menguntungkan sebagian pihak saja. Melalui program ini kelompok start up akan menikmati uang negara sebesar Rp 3,7 triliun atau jika dihitung per start up akan mendapat jatah Rp 457 miliar.
Total anggaran pelatihan online kartu prakerja yaitu Rp 5,6 triliun dari total anggaran Rp 20 triliun. Sehingga jika dihitung secara keseluruhan setiap start up akan memperoleh jatah Rp 700 miliar. Dan masih dikurangi anggaran untuk pembuatan video pelatihan prakerja mencapai Rp 243 miliar.
“Jadi, keuntungan setiap platform mencapai Rp 457 miliar. Keuntungan yang dinikmati 8 platform untuk Kartu Prakerja adalah Rp 3,7 triliun,” ungkap Nailul Huda (23/4/2020).
Nailul mengungkapkan, di Indonesia hingga kini masih ada kesenjangan digital yang tinggi. Sebanyak 40% tenaga kerja Indonesia berpendidikan rendah yang belum melek teknologi. Selain itu, ada 62% tenaga kerja saat ini yang bukan generasi milenial yang kurang akrab dengan dunia digital.
Penulis: Kukuh Seubekti
Editor Arief Setiyanto