IslamToday ID –Ancaman krisis pangan kini sedang mengintai seluruh negara di dunia. Menurut WFO dampak pandemik Covid-19 dapat meningkatkan jumlah penderita kelaparan di dunia hingga dua kali lipat.
Pada tahun 2020 sebanyak 265juta orang di dunia akan menderita kelaparan. Sebelumnya di tahun 2019 lalu sudah ada 135 juta orang dari 55 negara yang mengalami krisis pangan akut. Artinya sebelum adanya pandemik corona sudah terjadi kasus kerawanan pangan di dunia.
Setiap negara memiliki kemampuan ketahanan yang berbeda-beda, China berhasil memanfaatkan teknologi untuk menjaga ketahanan pangan negaranya. Pemerintah China menggelontorkan subsidi sebesar US$20 juta untuk menghidupkan pertanian dan berinvestasi dalam bidang teknologi pertanian.
Sementara itu Selama wabah Covid-19 pemerintah Australia memberi subsidi yang sangat besar yakni US$67,4 juta. Subsidi tersebut digunakan untuk meningkatkan jumlah penerbangan yang akan mengangkut hasil-hasil pertanian ke negara tujuan ekspor. Melimpahnya sumber bahan pangan Australia banyak yang dimanfaatkan untuk kebutuhan ekspor, 65% hasil pertanian menjadi pasokan ekspor Australia.
Kontadiksi Kebijakan
Jika dua negara di atas tengah serius melakukan menghadapi ancaman kriris pangan Bagaiamana dengan Indonesia?
Faktanya, anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) RI justru dipangkas Rp 7 triliun. Awalnya skema pengurangan anggaran Kementan RI hanya Rp 3,6 triliun sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2020 tentang Perubahan Postur Dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020.
Ternyata, anggaran Kementan RI dipangkas sepertiganya. Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR pada (27/4) Kementan mengatakan anggaran Kementan dipotong hingga Rp 7 triliun.
Pemangkasan ini berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-302/MK.02/2020 tentang Langkah-Langkah Penyesuaian Belanja K/L TA 2020. Anggaran Kementan berkurang menjadi Rp 14,05 triliun dari sebelumnya Rp 21,05 triliun.Pemangkasan tersebut termasuk anggaran cetak sawah baru yang dianggarkan Rp 209,8 milliar.
Seolah menyesali kebijkannnya, belakangan presiden meminta Kementan, BUMN dan Pemerintah Daerah untuk mencetak sawah baru dalamrangka mewaspadai krisis pangan akibat dampak covid-19.
DPR menilai pemangkasan anggaran Kementan hingga sepertiga dinilai sebagai tanda politik anggaran pemerintah tidak berpihak pada ketahanan pangan. Padahal sudah ada sinyal dari PBB bahwa pandemi covid-19 akan turut menyebabkan krisis pangan.
Anggota DPR menilai pemerintah telah kehilangan fokus dan disorientasi dalam hal kebijakan ketahanan pangan. Mirisnya kebijakan ini terjadi ketika banyak negara tengah fokus mewujudkan terciptanya ketahanan pangan.
“Pemerintah kehilangan fokus dan disorientasi, harusnya politik anggaran berpihak untuk pangan, produksi pangan dan ketersediaan pangan. Tapi yang terjadi malah anggaran Kementan dipotong Rp 7 T,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah (28/4/2020).
Ketika para petani tetap turun ke sawah, pemeintah belum juga menunjukan keberpihakan. Padahal sejumlah negara menggenjot kebijakan untuk ketahanan pangan. Pemerintah baru sebatas, mengobral janji memberikan insentif kepada para petani.
Meskipun mekanisme pemberian belum pasti, pemerintah sudah gembar-gembor akan memberikan insentif Rp 600 ribu perbulan untuk 2,44 juta petani. Di sisi lain, rekam jejak pemerintah dalam pemberian bansos dikeluhkan banyak pihak. Mulai dari Kades di Subang, Bupati Boltim, hingga mantan wakil presiden Jusul Kalla.
“Pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 600 ribu. Dimana Rp 300 ribu merupakan bantuan tunai dan 300 ribu itu (untuk) sarana prasarana produksi pertanian,” ujar Airlangga Hartarto usai rapat kabinet terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa (28/4/2020).
Ia merinci bantuan Rp 300 ribu untuk sarana dan prasarana pertanian itu terdiri dari alat-alat guna membantu produksi petani seperti bibit, pupuk, dan sarana produksi lainnya. Sama seperti bansos lainnya, insentif untuk petani juga diperkirakan hanya selama tiga bulan.
Fakta Sawah Indonesia
Menteri ATR, Sofyan Djalil Febrruari 2020 lalu mengumumkan luas lahan sawah yang sudah terverifikasi atau tercatat oleh pemerintah yaitu seluas 7,4 juta hektar. Dari jumlah tersebut 5 juta hektar adalah lahan abadi.
Sofyan mengungkapkan, setiap tahunnya luas sawah terus berkurang seluas 150 hingga 200 hektar. Sawah-sawah tersebut banyak beralih fungsi menjadi pusat kawasan industri, perumahan, SPBU dan lain-lain. Dalam kurun waktu 10-15 tahun luas persawahan di Indoensia telah menyusut 900 ribu hektar.
“Antara 150 ribu-200 ribu hektar per tahun berubah atau alih fungsi dari sawah kepentingan lain, jadi kawasan industri, rumah dan lain-lain,” kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/4/2018) seperti dikutip dari detik.com
Susutnya lahan ini bisa makin mengancam ketahanan pangan, mengingat tak semua lahan bisa ditanami, atau cocok ditanami sesuai kebutuhan pangan kita.
Untuk lahan padi pada 2017 misalnya, turun 413.727 hektar jika dibandingkan 2016. Pada 2016 yaitu luas lahan yang ditanam padi mencapai 5,24 juta hektar. Tahun berikutnya menjadi 4,82 juta hektar.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto
Lalu apa artinya cetak sawah baru 900 ribu hektar yang diperintahkan Presiden Jokowi, itu penambahan atau memulihkan sawah yang hilang karena alih fungsi?