IslamToday ID — Indonesia telah masuk dalam jurang resesi. Ironisnya pemerintah dinilai tidak mampu memulihkan Indonesia dari kondisi krisis. hal ini diungkapkan Ekonom Senior, Rizal Ramli.
Rizal meyakini Indonesia telah masuk dalam jurang resesi. Meskipun data pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 belum keluar, jatuhnya daya beli, meningkatnya pengangguran karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang begitu besar telah cukup mengambarkan kondisi Indonesia yang terpuruk.
“Ini kita sudah resesi, daya beli nggak ada, pengangguran naik, krisis kesehatan, ya resesi lah. Resesi itu definisinya pertumbuhannya negatif. Kuartal ini negatif, kuartal depan juga bakal negatif,” ujarnya dalam diskusi yang digelar secara virtual, Kamis (16/7/2020).
Menko Kemaritiman era Presiden SBY itu mengatakan, pandemic covid-19 memang memukul perekonomian berbagai negara termasuk Indonesia. Namun, ekonomi Indonesia sebenarnya telah memburuk jauh sebelum pandemic corona melanda Indonesia. Penyebab minus-nya pertumbuhan ekonomi Indonesia lantaran tata kelola pemerintah yang tidak baik.
Lanjutnya, kini Indonesia berada di jurang resesi. Ironisnya, ia tidak melihat adanya kemampuan pemerintah untuk mengatasi keterpurukan ini. Pasalnya, Presiden Jokowi tidak memiliki menteri yang berpengalaman untuk membalikkan situasi krisis.
“Tapi apakah ada menteri yang punya track record membalikkan situasi dan dia balikin jadi positif. Mohon maaf kalau itu nggak ada,” ujarnya
“Yang ada justru menteri sekarang gemar membuat skandal dan penyalahgunaan kekuasaan,” imbuhnya
Senada dengan Rizal Ramli, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pitter Abdullah mengatakan Indonesia segera menysul negara lain yang mulai mengalami krisis akibat pandemi. Terlebih kasus covid-19 ditanah air kian bertambah. Tidak menutup kemungkinan pemerintah menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid dua. Kondisi ini sekaligus akan memukul kembali roda perekonomian.
“Kalau sekarang kita ramai berbicara Singapura resesi, kita (Indonesia) juga sudah di depan mata. Kita juga akan resesi, sesuatu yang tidak akan terelakkan,” kata Piter
Ekonomi Makin Buruk
Sebelumnyam, Sri Mulyani mengakui jika terjadi penurunan di hampir seluruh sektor perekonomian. Seperti di sektor perdagangan, manufaktur, pertambangan, dan transportasi. Bahkan menurutnya, pelonggaran pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah tidak memulihkan sektor industry transportasi. Akibatnya kontraksi di sektor transportasi dan pertambangan berkontribusi negatif growth yang cukup dalam di kuartal II.
Sri Mulyani menambahkan, pada kuartal II tahun ini ekonomi Indonesia bakal mengalami kontraksi di kisaran -3,5 persen hingga -5,1 persen. Prediksi ini lebih mengerikan dibandingkan proyeksi Sri Mulyani sebelumnya yang menyebutkan pada kuartal II ekonomi indonesia mengalami kontraksi 3,8 persen.
“Jadi kita ekspektasi kuartal II itu kontraksi yang saya sampaikan di sini -3,5 persen sampai -5,1 persen. Titik poin -4,3 persen. Lebih dalam dari yang kita sampaikan kemarin -3,8 persen,” jelas Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Rabu (15/7/2020) dikutip dari kompas.com.
Kondisi Indonesia memang sangat parah. Bank Indonesia (BI) pada Juni lalu juga menyebut, bahwa utang luar negeri Indonesia pada April 2020 mengalami kenaikan . Utang luar negeri Indonesia per akhir April 2020 tembus diangka US$400,2 miliar atau setara dengan Rp 5.620 triliun
Sementara itu, defisit APBN Indonesia tahun 2020 semakin melebar dari 1,76% diperkirakan naik menjadi 6,34% dari yang semula hanya Rp 307,2 triliun menjadi Rp 1.039,2 triliun.
BUMN yang seharusnya menopang pendapatan negara justru terbelit utang. Setidaknya 13 BUMN ada utang obligasi memasuki masa jatuh tempo terhitung sejak Mei hingga Desember 2020. Yakni, BTN Rp 5,4 triliun, Pupuk Indonesia Rp 4,1 triliun, BRI Rp 3,1 triliun, Waskita Karya Rp 2,5 triliun.
Pegadaian Rp 2,3 triliun, Telkom Rp 1,9 triliun, Sarana Multigriya Finansial Rp 1,4 triliun, Bank Mandiri Rp 1 triliun, Jasa Marga Rp 1 triliun, Timah Rp 400 miliar, Hutama Karya Rp 325 miliar, dan PLN Rp 182 miliar.
Dalam kondisi negara yang terpuruk ini BUMN makin membebani negara dengan mengajukan permohonan dana.Misalnya dilakukan i PT KAI sebvesar Rp 3,5 triliun, PT Garuda Rp 8,5 triliun, Perumnas Rp 650 miliar, PT Krakatau Steel Tbk Rp 3 triliun, dan holding PTPN Rp 4 triliun.
Penulis: Arief Setiyanto