IslamToday ID –Pemerintah memiliki visi menjadikan Indonesia sebagai Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia Tahun 2024. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah tampak berupaya menwujudkan visi tersebut.
Upaya pemerintah kembali membangun ekonomi syari’ah terlihat dengan dibentuknya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) pada tahun 2016. Komite ini resmi diubah menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 10 Februari 2020. Komite ini diketuai oleh Presiden Joko Widodo dan Ketua Hariannya dipimpin oleh Wakil Presiden, Kyai Ma’ruf Amin.
Dilansir dari knks.go.id, pada 14 Mei 2019 lalu pemerintah meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019– 2024. Pada peluncuran MEKSI tersebut pemerintah diketahui melakukan sejumlah perjanjian kerjasama dengan beberapa lembaga dan pelaku industri. Misalnya, Bank Mandiri Syariah, BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah, dan PT Finarya (LinkAja).
Pemerintah juga melakukan perjanjian kerjasama dengan sejumlah start up seperti Bukalapak dan Tokopedia. Selain itu, juga dilakukan kerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi seperti UI, IPB, UNAIR, UIN Jakarta, UIN Ar-Raniry, STEI Tazkia, dan LIPI
“Untuk itu, saya harap MEKSI 2019-2024 ini dapat dijadikan rujukan bersama dalam mengembangkan ekonomi syariah Indonesia, yang kemudian dapat diturunkan menjadi program kerja implementatif pemerintah,” kata Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro,
Lalu pada Agustus 2019 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani resmi diangkat menjadi Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) periode 2019-2023. Ia mengatakan bahwa dalam waktu empat tahun masa jabatannya ia akan menjadikan IAEI sebagai organisasi yang mendukung pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
“Semoga Allah SWT memberikan kemudahan dan kelancaran bagi seluruh pengurus DPP IAEI periode 2019-2023 dalam mengemban amanah besar ini sehingga dapat menjadi solusi dalam memecahkan masalah kemiskinan dan menjawab tantangan pengembangan perekonomian umat Islam,” tuturnya.
Baru-baru ini Sri Mulyani mengatakan jika dalam ekonomi keuangan syariah terdapat kejujuran, keadilan, tolong-menolong, profesional, serta keberpihakan pada kelompok lemah. Hal itu dinilainya akan sangat tepat bila diterapkan di Indonesia.
“Kesamaan nilai-nilai tersebut mendorong keinginan diterapkannya sistem ekonomi syariah lebih menyeluruh di setiap aspek kehidupan,” ujar Sri Mulyani dilansir dari viva.co.id (24/10/2020).
Upaya mewujudkan ekonomi syariah juga terlihat dengan munculkan kebijkan untuk membentuk Kawasan Industri Halal (KIH). Pembentukan kawasan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian nomor 17 tahun 2020 tentang tata cara memperoleh surat keterangan dalam rangka pembentukan KIH.
“Regulasi tersebut merupakan panduan bagi pengelola kawasan industri dalam peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur pendukung kegiatan industri halal, sekaligus sebagai panduan bagi industri halal dalam penciptaan pemusatan industri halal yang terpusat dan berlokasi di KIH,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasamita dalam keterangan rilis Kementerian Perindustrian pada Ahad (25/10/2020).
Hingga Oktober ini setidaknya ada dua kawasan industri yang telah resmi memegang surat KIH. Kawasan tersebut ialah awasan Industri Modern Cikande dengan luas 500 hektare di Serang, Banten dan Kawasan Industri Safe N Lock seluas 9,9 hektare di Sidoarjo.
Selain itu, sebanyak empat kawasan kini sedang memasuki tahap perencanaan menjadi KIH, yakni Jakarta Industrial Etstate Pulo Gadung, Batamindo Industrial Park di Batam, Bintan Industrial Estate, serta Kawasan Industri Surya Bornoe di Kalimantan Tengah.
Muslim Indonesia
Populasi muslim di dunia berdasarkan sensus penduduk tahun 2015 mencapai 1,8 miliar, tersebar di 120 negara dunia. Di dunia ada 35 negara yang berpenduduk mayoritas muslim, dan 28 negara menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang jumlahnya mencapai 209,1 juta jiwa.
Penduduk mayoritas muslim belum menjadikan Indonesia menjadi negara produsen produk halal terbesar di dunia. Persentase ekspor produk halal Indonesia diketahui masih ada di 3,8% dari total perdagangan halal dunia yang mencapai angka USD 2,1 triliun pada tahun 2017. Hal ini berbanding terbalik dengan fakta bahwa Indonesia termasuk konsumen peringkat terbesar di dunia dengan nilai USD 218,8 miliar.
Dilansir dari republika.co.id (26/2/2020) Global Islamic Economy Indicator Score atau Indikator Ekonomi Islam Global (GIEI) tahun 2019/2020 menempatkan Negeri Jiran, Malaysia berada diperingkat pertama dengan skor 111 poin, Indonesia berada di peringkat lima dengan skor 49. Indonesia dan Malaysia terpaut 62 poin.
Sementara itu dikutip dari katadata.co.id (17/4/2020) Indonesia pada tahun 2019 lalu berdasarkan Global Islamic Finance Report 2019 berada di peringkat pertama dalam pengembangan keuangan syariah. Posisi ini menggeser posisi Malaysia yang telah tiga tahun memimpin.
Namun, Indonesia tertinggal dalam industry makanan halal. Indonesia bahkan tidak masuk dalam 10 besar dunia. Industri makanan halal justri di pegang oleh Brazil (peringkat 3) dan Australia (peringkat 4). Meskipun kedua negara tersebut bukanlah negara dengan mayoritas penduduk muslim, namun Brazil dan Australia mampu memanfaatkan dengan baik potensi pasar industri halal. Bahkan, Brazil tercatat sebagai pengekspor daging sapi halal terbesar di dunia.
Peluang Indonesia
Dilansir dari investor.id (7/10/2020), Wawan Sugiyarto, Analis Pasar Surat Berharga Syariah Negara di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, mengemukakan sejumlah peluang yang bisa dimanfaatkann Indonesia dalam membangun keuangan syariah.
Ia mengatakan total aset keuangan syariah pada tahun 2018 sebesar US$ 2.524 miliar. Jumlah tersebut diproyeksikan akan meningkat walaupun tidak sebesar proyeksi awal yang mencapai US$ 3.472 miliar pada tahun 2024.
Wawan juga mengatakan jika, bisnis keuangan syariah yang memiliki peluang berkembang adalah layanan technology financial (fintech) syariah, khusunya dengan fitur peer to peer (P2P) lending dan teknologi asuransi syariah. Islamic social finance yang meliputi zakat, wakaf dan microfinance dan layanan perdagangan keuangan syariah juga dinilai memiliki peluang untuk berkembang.
Makanan halal juga dinilai memiliki peuang untuk berkembang. Ia menuturkan, total belanja makanan halal tercatat sebesar US$ 1.369 miliar pada tahun 2018. Jumlah terrsebut akan tetap tumbuh seiring bertambahnya jumlah penduduk. Sebelum pandemi Covid-19 belanja makanan halal diproyeksi mencapai US$ 1.972 miliar pada tahun 2024. \
“Peluang bisnis terbuka dari pembibitan, bahan baku, makanan jadi, snack, teknologi makanan halal dan e-commerce produk makanan halal. Sertifikasi halal menjadi penting dan semestinya produk tetap efisien, inovatif, dan mempunyai daya saing,” ujarnya
Lanjut Wawan, belanja fashion halal tahun 2018 sebesar US$ 283 miliar. Menurutnya, jumlah tersebut akan tumbuh seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat, meskipun tidak sebesar proyeksi awal yang mencapai US$ 403 miliar pada tahun 2024. Sebab menurutnya, produk pakaian muslim kekinian dari anak-anak, remaja dan orang tua akan senantiasa dinantikan konsumen dan mendorong berkembangnya m-commerce dengan berbagai variasi.
Terakhir, kebutuhan konsumen muslim terhadap media dan rekreasi halal, wisata halal, kosmetik halal, dan farmasi halal juga akan terus meningkat. Oleh karena itu, prosedur dan mekanisme pengujian produk halal atau sertifikasi halal perlu dilakukan secara efisien dan tidak menjadi beban bagi industri tersebut.
Penulis: Kukuh Subekti