(IslamToday ID) – Baru-baru ini pemerintah mengumumkan akan menurunkan tarif pajak penjualan barang mewah atau PPnBM untuk mobil di bawah 1.500 cc. Kebijakan tersebut akan berlaku per Maret 2021.
Tak tanggung-tanggung, selama tiga bulan pertama PPnBM untuk mobil didiskon sampai 100 persen. Tiga bulan selanjutnya didiskon 50 persen dan tiga berikutnya diskon 25 persen.
Dengan insentif ini, pemerintah berharap harga mobil jadi lebih murah. Ujungnya penjualan mobil yang anjlok karena pandemi, bisa bergeliat lagi. Ekonomi yang lesu bisa pulih lagi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, ada beberapa alasan kenapa pajak penjualan barang mewah untuk mobil di bawah 1.500 cc yang digratiskan. Pertama, segmen mobil tersebut diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki komponen lokal di atas 70 persen.
Selain itu, diharapkan mampu meningkatkan produksi otomotif, mendorong gairah belanja kelas menengah dan menjaga pemulihan pertumbuhan ekonomi. “Ditambah, sebentar lagi memasuki bulan puasa dan tradisi mudik Lebaran yang biasanya jadi momen meningkatnya penjualan mobil,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Warta Ekonomi, Senin (15/2/2021).
Kebijakan diskon pajak ini akan menggunakan skema PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mulai berlaku 1 Maret 2021. Serta akan dievaluasi efektivitasnya setiap tiga bulan.
Sejumlah ekonom mengritik kebijakan ini. Kondisi lagi pandemi kok diskon pajak barang mewah. Dalam kondisi normal, kebijakan itu mungkin oke-oke saja. Namun sekarang sedang pandemi. Banyak orang pendapatannya berkurang. Boro-boro beli mobil, untuk kebutuhan sehari-hari saja masih banyak yang kesulitan.
“Lagi pula kalau punya mobil juga mau pergi ke mana. Pemerintah kan memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat),” kata ekonom INDEF, Bhima Yudistira.
Di dunia maya, kebijakan Sri Mulyani itu juga menjadi perbincangan hangat. Menurut warganet, alangkah bijaknya kalau pemerintah menurunkan tarif iuran BPJS Kesehatan, bukan malah memanjakan orang kaya.
Untuk diketahui, sejak 1 Januari 2021, iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau kelas 3 mandiri mengalami kenaikan. Tarifnya kini menjadi Rp 35.000 per bulan atau naik Rp 9.500 dari sebelumnya Rp 25.500. Pemerintah memutuskan untuk mengurangi bantuan iuran dari Rp 16.500 menjadi Rp 7.000 per orang.
Akun @ekodjonhi menyatakan kebijakan pemerintah tidak merakyat. “Masa pajak mobil mewah diturunkan sampai 0 persen, iuran BPJS dinaikkan,” kicaunya.
Akun @antosoni27 menyebut pemerintah kurang peka dengan kehidupan rakyat kecil. Iuran BPJS Kesehatan naik, meterai naik, utang negara naik. “Pajak mobil diturunkan. Indonesia luar biasa,” sindirnya.
“Tarif BPJS naik tapi pajak barang mewah nol. Negara macam apa ini,” timpal @chandranegara.
Suara serupa disampaikan anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati. Ia menyarankan pemerintah sebaiknya meninjau ulang kenaikan tarif BPJS Kesehatan dalam Perpres No 64 Tahun 2020. Hal ini seiring kondisi surplus sebesar Rp 18,7 triliun yang dialami BPJS Kesehatan pada tahun lalu.
“Direksi BPJS Kesehatan yang akan berakhir masa kerjanya, harusnya menutup masa kerjanya dengan memberikan kado terbaik untuk rakyat dengan menurunkan premi BPJS Kesehatan sama dengan besaran premi yang lama,” ujar Kurniasih. [wip]