(IslamToday ID) – Perusahaan plat merah PT Waskita Karya (Persero) Tbk diketahui terlilit utang hingga Rp 90 triliun. Menurut Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, utang tersebut buah dari akuisisi ruas tol di Trans Jawa milik swasta yang mangkrak atau lambat penyelesaiannya.
Ia berujar Waskita ditugaskan mengambil alih tol-tol milik swasta yang tidak berkelanjutan untuk diselesaikan pada 2015-2016. Selama 3 tahun terakhir, Waskita pun menyelesaikan proyek-proyek ini, seperti ruas Solo-Ngawi, Pejagan-Pemalang, dan Pemalang-Batang.
“Ini menyebabkan secara total utang mereka meningkat tajam,” kata Tiko, sapaan akrabnya, dalam rapat dengan anggota Komisi VI DPR secara virtual, Kamis (8/7/2021).
Berdasarkan materi paparan yang disampaikan Tiko di DPR, status Waskita termasuk sangat tidak sehat. Total pendapatan Waskita pada 2020 tercatat mengalami penurunan hingga 48,42 persen dari Rp 31,38 triliun pada 2019 menjadi Rp 16,19 triliun pada 2020.
Selain itu, total aset perusahaan tercatat senilai Rp 105,58 triliun pada 2020. Namun, utang keuangan Waskita senilai Rp 64,94 triliun, sehingga ekuitas Waskita menjadi Rp 16,57 triliun. Karenanya, rasio utang dibanding ekuitas Waskita tercatat ada di level 3,92 kali, dengan rasio utang dibandingkan EBITDA (arus kas) ada di level -17,26 kali.
Untuk memperbaiki kondisi keuangan tersebut, Kementerian BUMN dan Waskita melakukan strategi pengurangan utang dengan melakukan proses divestasi di ruas-ruas jalan tol yang sudah diselesaikan. Waskita memiliki 18 ruas, terdiri dari 5 ruas dari proyek Waskita dan 13 ruas merupakan proyek yang diakuisisi dari swasta.
Sampai saat ini, sudah ada 5 ruas yang berhasil dijual, baik kepada investor asing maupun domestik. Waskita pun sedang melakukan proses divestasi lagi pada 6 ruas yang diharapkan bisa selesai sampai akhir tahun ini.
“Apabila seluruh ruas bisa diselesaikan seluruhnya, maka utang Waskita yang sekitar Rp 90 triliun akan turun setengahnya,” kata Tiko seperti dikutip dari Kata Data. Berdasarkan perhitungannya, total pengurangan tingkat utang setelah divestasi mencapai Rp 46 triliun.
Selain divestasi, program restrukturisasi secara menyeluruh juga dilakukan dengan dua skema dukungan dari pemerintah. Pertama, penjaminan pemerintah senilai Rp 15,4 triliun untuk refinancing obligasi dan modal kerja baru penyelesaian 132 proyek yang sedang dikerjakan terkait program PEN.
Kedua, melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 7,9 triliun pada 2021 dan PMN senilai Rp 3 triliun pada 2022. Hal tersebut digunakan untuk penguatan permodalan yang akan digunakan untuk penyelesaian 7 ruas jalan tol.
“Untuk perkuat permodalan karena banyaknya modal yang terserap untuk mengambil tol-tol di masa lalu,” kata Tiko.
Adapun, saat ini Waskita sedang dalam proses negosiasi dengan bank untuk penundaan pembayaran kewajiban dan untuk modal kerja baru dalam rangka penyelesaian proyek. “Kami sedang melakukan restrukturisasi menyeluruh,” kata Tiko.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Waskita Karya, Destiawan Soewardjono membeberkan tiga faktor utama penyebab utang Rp 90 triliun itu. Pertama, kegagalan proses divestasi lima ruas tol yang semula direncanakan rampung pada tahun lalu.
“Akibat pandemi (Covid-19) ini, ada lima ruas yang gagal divestasi (tahun lalu) karena investor menunda,” katanya dalam webinar bertajuk “Mengukur Infrastruktur” seperti dikutip dari Tempo, Kamis, 8 April 2021.
Padahal, Waskita sebelumnya berancang-ancang setelah konstruksi jalan tol rampung dan beroperasi, perusahaan berencana melakukan divestasi. “Setelah itu, (dana hasil divestasi) kami putar lagi untuk investasi,” ucap Destiawan.
Tambah Empat Ruas Tol
Soal lima ruas tol yang akan didivestasi tersebut kini diserahkan ke Indonesia Investment Authority (INA) akan mempercepat prosesnya. Waskita tahun ini menambah empat ruas tol lainnya yang akan didivestasi. Penyelesaian divestasi sembilan ruas tol perseroan tersebut dapat melepas utang sekitar Rp 20 triliun dari buku perseroan.
Faktor kedua adalah proses restrukturisasi. Direktur Keuangan Waskita Karya Taufik Hendra Kusuma menilai restrukturisasi dengan pihak perbankan penting untuk mengurangi beban bunga kredit perseroan yang membengkak karena gagal divestasi tahun lalu.
Gagalnya divestasi lima ruas tol tahun lalu, menurut Taufik, membuat beban bunga kredit perseroan melonjak menjadi sekitar Rp 4 triliun. “(Restrukturisasi) ini mudah-mudahan bisa segera direalisasikan. Kami dapat full support dari Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Kami cukup intens (berdiskusi) dengan pihak perbankan,” katanya.
Adapun faktor ketiga adalah penanganan pandemi Covid-19 di dalam negeri. Pandemi Covid-19 dinilai sangat berpengaruh terhadap utilisasi proyek konstruksi perseroan.
Dengan begitu, kata Taufik, kondisi keuangan perseroan tidak kunjung membaik walaupun telah beradaptasi dengan pandemi. “Ini di luar kontrol kami, tapi ini sangat mempengaruhi Waskita,” katanya.
Saat ini progres divestasi terhadap lima ruas jalan tol Waskita masih berjalan, dengan rincian satu ruas telah selesai transaksi, satu ruas sedang dalam proses transaksi, dan tiga ruas dengan pola sell swap.
Sedangkan empat aset ruas jalan tol lainnya berpotensi didivestasikan ke INA. Keempat ruas itu adalah Pemalang-Batang (60 persen), Krian-Legundi-Bunder-Manyar (99,82 persen), Cimanggis-Cibitung (90 persen), dan Waskita Trans Jawa Toll Road (39,50 persen).
Taufik menjelaskan, Waskita telah berdiskusi dengan INA yang baru terbentuk tersebut. “Dari diskusi sebenarnya INA ada rencana bersama dengan Waskita, aset mana saja yang akan didivestasikan tahun ini, tahun depan, bahkan 3 tahun lagi,” katanya.
Minat INA untuk menyerap aset Waskita itu dipastikan tidak akan mengeliminasi proses divestasi ke investor yang dalam tahap proses, seperti ruas tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi.
Taufik berujar ruas tol tersebut telah dalam proses pelepasan ke investor asing dan INA juga tertarik untuk masuk, namun perusahaan plat merah itu akan mengutamakan proses yang sudah berlangsung dengan investor asing sebelum INA.
Sebelumnya, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyoroti kinerja keuangan Waskita Karya. BUMN Karya ini termasuk yang disebutnya tengah kehausan sampai kerongkongan akibat terbelit utang jumbo.
Secara spesifik Dahlan menyebutkan Waskita bisa saja menjual jalan tol miliknya. Bila upaya ini dilakukan, perusahaan bisa membalikkan kerugian menjadi laba. Namun, tak banyak pihak yang mau membeli jalan tol di masa sulit.
“Akhirnya kembali ke hukum dasar bisnis, yakni siapa yang efisien, dialah yang unggul. Waskita akan bisa cepat menjual asetnya kalau bisa menawarkan dengan harga menarik, tapi bagaimana bisa membuat harga menarik kalau biaya membuat jalannya saham sudah tinggi?” tutur Dahlan. [wip]