(IslamToday ID) – Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman menilai penerapan tes PCR untuk penerbangan domestik tidak efektif karena memberatkan dari sisi biaya.
Apalagi, menurutnya, sebetulnya tingkat risiko penularan Covid-19 di dalam pesawat paling kecil dibandingkan dengan moda transportasi lain.
Tapi Dicky mengakui jika uji swab PCR merupakan standar terbaik untuk mendeteksi seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak. Namun, PCR tidak cost effective dari sisi biaya, waktu, tempat, dan sumber daya (keahlian).
“Sejak awal pandemik sudah ada 1,2 miliar orang naik pesawat. Dari jumlah itu cuma ada satu kasus dari 27 juta orang. Jadi sangat kecil sekali risikonya. Itu pun kejadiannya sebelum ada vaksinasi, kewajiban bermasker, dan tes PCR,” ungkap Dicky seperti dikutip dari DetikCom, Rabu (27/10/2021).
Kalau untuk penerbangan ke luar negeri secara umum memang menjadi syarat wajar karena untuk meningkatkan trust dari negara lain. Namun seiring waktu, Dicky percaya syarat itu akan hilang dengan sendirinya seiring vaksinasi yang makin merata. Sebab di awal pandemi saja, ketika belum dikenal uji swab PCR dan belum ada vaksinasi, pesawat terbukti merupakan moda transportasi paling aman.
Ia mencontohkan, di awal pandemi ada pesawat dari Wuhan, China, yang membawa penuh penumpang ke Kanada. Rupanya di dalam pesawat dengan total penerbangan selama hampir 12 jam itu ada 2-3 penumpangnya yang terinfeksi Covid-19, tapi ternyata penumpang lainnya setelah diperiksa tidak ada yang terpapar. Padahal waktu itu para penumpang cuma mengenakan masker karena belum ada uji PCR maupun vaksin.
“Kenapa bisa begitu? Karena di dalam pesawat dilengkapi HEPA (High Efficiency Particulate Absorbing), filter khusus yang mampu membunuh jamur, bakteri, dan virus di udara. Putarannya itu 20 kali dalam satu jam. Di Australia, penerbangan domestik tidak perlu PCR, bahkan tes antigen pun tidak ada sejauh sudah divaksin lengkap, mengenakan masker, dan di aplikasi Covid terdeteksi hijau,” papar Dicky.
Seperti diketahui, syarat wajib tes swab PCR kembali diberlakukan pemerintah sejak 24 Oktober 2021. Syarat ini berdasarkan aturan pada Surat Edaran Satgas Covid-19 No 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19. Bahkan ada wacana uji swab PCR akan dikenakan untuk para calon penumpang di semua moda transportasi, khususnya menjelang musim libur Natal dan tahun baru.
Dibandingkan dengan pesawat, menurut Dicky, moda transportasi bus antar kota lebih berisiko menularkan Covid-19 karena tak dilengkapi jendela yang bisa dibuka untuk sirkulasi. Di Australia dan Jepang, selama pandemi ini jendela kereta dibuka sedikit agar terjadi sirkulasi udara yang baik. Begitu juga bila naik mobil pribadi bersama orang lain, jendela sebaiknya dibuka sedikit.
“Di bus itu paling sering terjadi kluster penularan Covid sebetulnya. Karena kebanyakan jendelanya tak bisa dibuka. Tapi kalau kereta kan tiap beberapa menit pintunya terbuka saat berhenti di stasiun,” ujarnya.
Terkait terpaparnya sejumlah atlet dan pengurus cabang olahraga peserta PON di Papua beberapa hari lalu, Dicky menegaskan bahwa mereka bukan terpapar akibat naik pesawat tanpa menjalani tes PCR. Sebab setelah ditelusuri, mereka baru terpapar setelah dua pekan berada di Papua. “Jadi, pesawat terbukti aman,” pungkasnya. [wip]