(IslamToday ID) – Dalam waktu yang relatif singkat, pemerintah mengubah beberapa aturan terkait syarat perjalanan bagi masyarakat. Bahkan, ada aturan yang baru saja diterapkan namun langsung diubah setelah mendapat respons negatif dari masyarakat.
Beberapa aturan yang dengan cepat diubah adalah persyaratan bagi penumpang pesawat, perjalanan dengan moda transportasi darat, dan lama karantina bagi pelaku perjalanan internasional.
Pemerintah terkesan tak teguh pendirian alias plintat-plintut. Perencanaan yang tak matang dinilai menjadi sebab dari berubah-ubahnya aturan. Berikut aturan terkait syarat perjalanan yang diubah pemerintah:
1. Naik pesawat wajib PCR
Pemerintah sempat menetapkan syarat wajib tes RT-PCR bagi calon penumpang pesawat yang berlaku efektif pada 24 Oktober yang lalu. Adapun, wajib tes PCR ini berlaku bagi mereka yang sudah divaksinasi lengkap dan dosis pertama.
Aturan ini tertuang dalam Instruksi Mendagri (Inmendagri) No 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
Kemudian, tes PCR tersebut dilakukan dalam waktu 2×24 jam sebelum keberangkatan. Aturan ini berlaku bagi pelaku perjalanan dari daerah berstatus level 3 dan level 4 di luar Jawa-Bali yang akan terbang ke Jawa-Bali.
Namun, kebijakan tersebut mendapatkan respons negatif dari masyarakat karena hasil tes PCR membutuhkan waktu yang lama dan harga yang lebih tinggi dari tes antigen. Beberapa pakar pun berpendapat metode skrining bagi pelaku perjalanan cukup dengan tes antigen.
Dua pekan berselang setelah aturan tersebut diberlakukan, pemerintah melakukan revisi terkait persyaratan untuk calon penumpang pesawat. Pada 2 November, melalui Inmendagri No 57 Tahun 2021, pemerintah mengatur bahwa calon penumpang pesawat wajib menunjukkan hasil tes antigen yang sampelnya diambil (H-1) sebelum keberangkatan dengan syarat sudah divaksinasi lengkap.
Sementara, calon penumpang pesawat yang baru mendapatkan dosis pertama vaksin wajib menunjukkan hasil tes PCR yang sampelnya diambil (H-3) sebelum keberangkatan.
2. Perjalanan darat dengan jarak 250 KM
Selain wajib PCR bagi moda transportasi udara, pemerintah juga sempat mengatur bahwa perjalanan jarak jauh 250 kilometer wajib memiliki kartu vaksin dan hasil negatif PCR atau antigen. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan No 90 Tahun 2021 yang berlaku pada 27 Oktober 2021.
Kebijakan ini menjadi sorotan publik karena dinilai membingungkan masyarakat yang akan melakukan perjalanan selama kurang lebih 4 jam tersebut. Namun, pada 2 November Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencabut aturan tersebut.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan aturan tersebut diganti dengan SE No 94 Tahun 2021. Dalam SE tersebut, perjalanan dengan jarak jauh menggunakan transportasi darat wajib menunjukkan hasil tes antigen 1×24 jam untuk vaksinasi minimal dosis pertama. “Dan itu wajib ya,” kata Adita dalam diskusi secara virtual, Rabu (3/11/2021).
Pihak Kemenhub beralasan kebijakan terkait perjalanan yang diubah dalam waktu yang cukup singkat tersebut dilakukan berdasarkan situasi pandemi Covid-19. “Sebenarnya peraturan ini disesuaikan, itu kan mengikuti dinamika dan situasi pandemi, kalau kita lihat pemerintah ini berupaya juga terus melakukan penyesuaian dilihat dari situasi pandemi dengan berbagai parameter,” kata Adita.
Ia menjelaskan, pemerintah setiap pekannya melakukan evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan menyampaikan situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air. Hasil evaluasi PPKM tersebut, lanjutnya, menjadi acuan untuk melakukan penyesuaian aturan di sektor transportasi.
Ia menekankan penyesuaian aturan-aturan tersebut bertujuan untuk pandemi Covid-19 dapat dikendalikan dan lebih baik. “Tujuan utamanya agar kasus Covid-19 di Indonesia ini tetap bisa kita kendalikan dan kalau memungkinkan bisa jauh lebih baik dari kondisi sekarang yang cukup melandai kasusnya,” ucapnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah menilai pemerintah tidak melakukan perencanaan yang matang, sehingga menyebabkan kebijakan tentang pencegahan penularan Covid-19 berubah-ubah. Hal ini ia katakan merespons kebijakan pemerintah soal aturan perjalanan darat lebih dari 250 kilometer yang mengharuskan penyertaan surat pemeriksaan laboratorium PCR atau antigen.
Namun setelah mendapat kritik, dalam hitungan hari kebijakan tersebut diubah menjadi setiap perjalanan darat tanpa ada batasan jarak harus menyertakan surat periksaan antigen saja. “Jadi perencanaan yang enggak matang karena ada tekanan dari kelompok-kelompok tententu begitu,” katanya, Rabu (3/11/2021).
Adapun tekanan dari kelompok tertentu yang ia maksud adalah politisi, pejabat, dan pengusaha. Atas tekanan dari kelompok itulah, kata Trubus, pemerintah menjadi tidak matang dalam merencanakan kebijakan.
“Jadi terkait dengan perubahan itu memang lebih banyak disebabkan oleh kepentingan-kepentingan politis dan ekonomi,” ujarnya.
Trubus menilai, kebijakan pemerintah terkait syarat perjalanan darat selama pandemi Covid-19 cenderung membingungkan masyarakat karena kerap berubah-ubah. “Jadi membuat masyarakat jadi bingung, mengelabui masyarakat yang ujung-ujungnya (tujuan) sebenarnya lebih bagaimana mengeksploitasi masyarakat di tengah pandemi, jadi mencari kuntungan di situ,” pungkas Trubus. [wip]