(IslamToday ID)— Wakil Ketua DPRD Solo, Sugeng Riyanto memberikan tanggapannya terhadap tragedi Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Peristiwa yang memicu insiden bentrokan antara aparat dan warga sipil itu dinilai akan kembali berulang selama Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja masih berlaku.
“Selama undang-undang itu masih ada saya kira kasus Rempang bukan yang terakhir. Masih akan ada kasus serupa lagi,” kata Sugeng saat menggelar audiensi bersama forum masyarakat Solo Peduli Melayu di Gedung DPRD Solo pada Rabu, 13 September 2023.
Sugeng mengingatkan kembali tragedi lain yang serupa dengan nasib masyarakat Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Tragedi yang dimaksud adalah masuknya investor asing di Pulau Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat.
“Sebelum Rempang sudah ada kasus serupa di Gili Trawangan, di sana sudah ada penduduk asli dan sekarang di(kelola) oleh investor, lalu investor akan mengembangkan (pulau),” ujar Sugeng.
“Konsekuensinya penduduk lokal ya pergilah (dari Gili Trawangan). Apa landasannya menggunakan (UU) Cipta Kerja,” tandasnya.
Anggota DPRD Solo dari Fraksi PKS ini menjelaskan lebih lanjut tentang UU Cipta Kerja menjadi sumber permasalahan dalam kasus Rempang. Melalui UU tersebut pemerintah memfasilitasi kepentingan para investor baik asing maupun dalam negeri.
“Pemerintah di dalam melangkah sudah ada landasannya yakni undang-undang yang terbaru, (baru) disahkan yakni Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja,” ungkap Sugeng.
“Dalam undang-undang itu pemerintah memberikan keleluasaan yang seluas-luasnya bagi investasi bagi masuknya modal baik asing maupun dalam negeri itu sudah ada undang-undangnya,” imbuhnya.
Pemilu 2024 Jadi Faktor Perubahan
Sugeng menegaskan bahwa konflik tanah di Rempang masih akan berulang selama UU Cipta Kerja berlaku. Situasi ini hanya bisa dihentikan jika terjadi perubahan rezim pemerintahan, sehingga semua tergantung pada Pemilu 2024.
“Selagi Undang-undang Cipta kerja ini ada maka kasus ini akan terjadi lagi, berpotensi terjadi lagi. Kapan ini bisa dihentikan kalau ada perubahan,” ucap Sugeng.
“Satu-satunya jalan melalui gerakan rakyat, rakyatkan yang berkuasa untuk apakah orang yang semacam ini akan dilanjutkan pasca 2024, kuncinya ada di 2024 pada saat pemilu legislatif,” tegasnya.
Tragedi Rempang Contoh Paradoks UUD 1945
Sugeng secara tegas menentang keras aksi perampasan tanah rakyat di Pulau Rempang. Peristiwa tersebut menunjukan adanya tindakan yang paradoks yang dilakukan pemerintah terhadap Pasal 33 UUD 1945.
“Secara pribadi, saya Sugeng Riyanto Wakil Ketua DPRD Surakarta, anggota fraksi PKS menentang keras apa yang terjadi di Rempang bagian dari paradoks pasal 33 Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang wajib dilawan oleh seluruh masyarakat Indonesia,” tutur Sugeng.
Sugeng mendorong fraksi PKS di DPR pusat untuk bersikap tegas membela masyarakat Rempang. Menegakkan amanah konstitusi, melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 secara konsisten bahwa seluruh kekayaan alam adalah untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
“Saya mendorong untuk fraksi PKS DPR RI untuk bersikap tegas membela rakyat di Rempang menegakan konstitusi dalam hal ini Undang-undang Dasar 45 pasal 33, bahwa seluruh kekayaan alam ini sepenuhnya diperuntukan bagi kemakmuran rakyat Indonesia,” tegas Sugeng. [khs]