ISLAMTODAY ID—Peringatan hari proklamasi pada Kamis 17 Agustus tahun 1950 yang didahului dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bisa kita sebut sebagai proklamasi kedua. Hal ini terjadi setelah bangsa Indonesia kompak melakukan pembubaran negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS).
Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah 2 menjelaskan pada tahun 1950, Bung Karno memproklamirkan berdirinya NKRI. Proklamasi tersebut menandai berakhirnya RIS yang terbentuk pasca penyerahan kedaulatan pada Desember 1949.
“….pidato kenegaraan di Istana Merdeka, Presiden Ir. Soekarno secara terbuka di hadapan rakyat memproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950, Kamis Pahing, 2 Dzulhijjah 1369. Dengan demikian, tamatlah sejarah Republik Indonesia Serikat secara resmi, 27 Desember 1949-17 Agustus 1950,” kata Prof. Mansyur.
Gejolak 1950
Proklamasi kemerdekaan tahun 1950 seolah menjadi penanda Indonesia berhasil memposisikan diri sebagai negara merdeka dan berdaulat. Sejak awal tahun 1950 Indonesia dihadapkan pada berbagai gejolak.
Prof. Mansyur mengungkapkan bagaimana perjuangan Mohammad Natsir sang bapak NKRI dalam menggagalkan rencana jahat Kerajaan Protestan Belanda. Berbagai perundingan damai seringkali dikhianati pihak Belanda.
“Perundingan Linggarjati dilanggar dengan Agresi Militer Belanda Pertama, 21 Juli 1947. Perundingan Renvile dilanggar dengan Agresi Militer Belanda Kedua 19 Desember 1948, dan sesudah Konferensi Meja Bundar 2 November 1949 dapat dipastikan terjadi lagi pelanggaran dari pihak penjajah Belanda,” tuturnya.
Apa yang disampaikan oleh Prof. Mannsyur ini cukup beralasan, di Indonesia sejak awal tahun 1950-an mulai muncul berbagai peristiwa pemberontakan. Tiga pekan setelah terbentuknya RIS, 23 Januari 1950 muncul gerakan kudeta yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Aksi APRA diikuti oleh 800 serdadu KNIL melakukan serangan terhadap pasukan TNI di Bandung. Peristiwa serangan yang dipimpin oleh Westerling mengakibatkan 79 prajurit tentara TNI gugur.
Serangan di Kota Bandung tersebut diduga akan dilanjutkan ke pemerintah RIS di Jakarta. Sejumlah petinggi negara seperti Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sekretaris Jenderal Mr. A. Budiarjo dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel TB Simatupang diduga menjadi sasaran pembunuhan.
Esoknya, pada 24 Januari 1950 rencana serangan kudeta ke Jakarta tersebut berhasil digagalkan oleh TNI. Meskipun Westerling berhasil lolos melarikan diri ke luar negeri atas bantuan Belanda.
Aksi kudeta kedua terjadi di Kota Makassar pada 5 April 1950 dipimpin Kapten Andi Aziz. Mereka ingin agar keamanan di kawasan Negara Indonesia Timur (NIT) menjadi tanggungjawab para mantan serdadu KNIL di Makassar bukan tentara Repbulik.
Pemberontakan di Makassar ini akhirnya bisa dihentikan pada 5 Agustus 1950. Kepergian para serdadu KNIL meninggalkan kota Makassar membuat rakyat Makassar menuntut pembubaran NIT.
“Rakyat menuntut untuk segera dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” jelas Prof. Mansyur.
Pemberontakan ketiga yang terjadi menjelang 17 Agustus 1950 ialah gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Pada 25 April 1950, Dr. Ch. R. Soumokil mendeklarasikan berdirinya RMS.
RMS terbentuk pada 1946, ketika Van Mook berencana untuk menggagalkan berdirinya Indonesia. Ketiga pemberontakan ini justru menjadi motivasi bagi para pejuang, termasuk Mohammad Natsir.
Langkah Politik Natsir
Gagasan Mosi Integral yang dicetuskan pada 3 April 1950 bermula sejak mundurnya Natsir dari kabinet Mohammad Hatta. Ia memutuskan mundur dari pemerintahan setelah kecewa dengan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949.
Hasil kesepakatan KMB memang menghasilkan kesepakatan kedaulatan bagi Indonesia. Namun beberapa poin dalam KMB seperti pembentukan RIS hingga status Irian Barat yang ditangguhkan sangat merugikan Indonesia.
Kisah perjuangan Natsir diungkapkan oleh mantan sekretaris Mohammad Natsir, Lukman Hakiem pada saat mengisi kajian virtual di Pondok Pesantren Budi Mulia, Yogyakarta. Penangguhan Irian Barat inilah yang menjadi alasan Natsir menolak tawaran untuk kembali menjadi menteri.
“Dia menolak ketika ditawarin Bung Hatta untuk menjadi Menteri Penerangan, dibujuk oleh Bung Karno tetep nggak mau,” kata Lukman pada kajian online 8 Februari 2021.
“Kata Bung Karno, ‘lebih baik sepuluh menteri yang berhenti daripada Natsir.’ Tapi kata Pak Natsir bagaiamana, ‘bagaimana mungkin saya harus mendagangkan kue yang saya sendiri tidak suka.’ Jadi berhenti,” tutur Lukman.
Selama masa jedanya dari urusan pemerintahan, Natsir disibukkan dengan upaya menggalang persatuan antara tokoh-tokoh bangsa. Salah satunya dilakukannya di Jawa Barat atau pada masa RIS menjadi Negara Pasundan.
“Ketika berhenti menjadi Menteri Penerangan itulah, Natsir bersama Sultan Hamengku Buwono IX diberi tugas oleh Bung Hatta untuk keliling daerah,” ujarnya.
Menjadi NKRI
Kerja keras Natsir meyakinkan para kepala negara bagian RIS selama 2,5 bulan terhitung sejak mundur dari Kabinet Hatta dinilai sangat berhasil. Ditandai dengan keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) No. 108 sampai No. 112 Tahun 1950 tentang pembubaran negara bagian (Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Sabang, Padang) pada tanggal 9 Maret 1950.
Selang dua hari, 11 Maret 1950 Keppres No. 113 menandai bergabungnya Negara Pasundan ke dalam NKRI. Lalu pada 24 Maret 1950 negara bagian Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur pun ikut dalam NKRI.
Rombongan berikutnya ialah bergabungnya beberapa daerah seperti Banjar, Dayak Besar, Kalimantan Tenggara, Kotawaringin, Bangka Blitung dan Riau pada 4 April 1950.
Khusus NIT dan Sumatera Timur dilakukan dengan penandatanganan perjanjian yang dilakukan oleh Perdana Menteri Bung Hatta, pada 19 Mei 1950. Bergabungnya seluruh negara bagian dalam NKRI ini disahkan pada 15 Agustus 1950.
Dua hari kemudian, tepatnya pada 17 Agustus 1950, Bung Karno mengumumkan proklamasi NKRI kepada seluruh rakyat Indonesia. Itulah momentum bersejarah dalam sejarah proklamsasi kemerdekaan Indonesia 71 tahun silam.
Penulis: Kukuh Subekti