(IslamToday ID) – Dari Malcolm X hingga Keith Ellison, muslim kulit hitam telah memainkan peran penting dalam memperjuangkan hak-hak warga sipil.
Ketika Amerika Serikat (AS) dilanda kerusuhan setelah kematian George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika, aktivis kembali menyoroti hak-hak warga kulit hitam.
Kalangan muda pria dan wanita melakukan aksi protes dengan turun ke jalan-jalan hingga bentrok dengan polisi. Untuk menghalau massa aksi polisi menggunakan semprotan merica, menembakkan peluru karet, hingga pemukul tongkat.
AS memiliki sejarah yang panjang tentang warga muslim kulit hitam yang berjuang di garis depan dalam melawan ketidakadilan. Ketidakadilan biasanya dialami warga non kulit putih.
“Kami memiliki sejarah panjang terkait dengan kekerasan oleh kelompok-kelompok ekstremis seperti Ku Klux Klan,” kata Imam Mahdi Bray, Direktur Nasional Aliansi Muslim Amerika dan aktivis hak-hak sipil.
“Ketika banyak orang berpikir tentang terorisme, mereka memikirkan peristiwa 9/11. Tetapi bagi saya terorisme terjadi pada hari itu pada tahun 1956 ketika rumah kakek saya dibom oleh Ku Klux Klan.”
Keluarga Bray tinggal di Virginia utara di mana kakeknya, Wright Grey Junior, berkampanye untuk warga pemilih kulit hitam dan bekerja sama dengan aktivis, Dr Martin Luther King Jr.
Bertahun-tahun telah berlalu sejak itu. Pada saat itu AS telah melihat presiden kulit hitam berkuasa, serta para senator, pengacara, dan walikota. Namun diskriminasi terhadap orang kulit hitam tidak berubah.
“Apa yang terjadi di AS sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Kami mengalami rasisme dan kekerasan sistemik. Apa yang terjadi pada George Floyd telah terjadi pada banyak pria kulit hitam Afrika-Amerika yang akhirnya mengalami kematian dan kekerasan oleh penegak hukum,” katanya kepada TRT World dalam sebuah wawancara.
Selama bertahun-tahun, banyak tokoh muslim kulit hitam muncul dalam gerakan hak-hak warga sipil. Seperti Malcolm X dan Muhammad Ali misalnya.
Memang tidak mungkin menyebutkan satu per satu atau semua tokoh muslim kulit hitam untuk disebutkan. Sebab beberapa dari mereka memiliki sejarah yang kontroversial atau kesulitan untuk dikonfirmasi apakah mereka beragama Islam. Tetapi kehidupan mereka telah terbukti menjadi inspirasi bagi umat Islam.
Dalam situasi saat ini, muslim kulit hitam memiliki tugas yang sangat berat.
Keith Ellison
Ellison (56) adalah jaksa penuntut umum terkemuka di Minnesota, negara bagian di mana Floyd dibunuh. Sebagai jaksa, ia akan memimpin penyelidikan terhadap petugas polisi dan meminta pertanggungjawaban pada semua orang yang terlibat.
Sebagai seorang penegak hukum, ia masuk Islam saat masih mahasiswa berusia 19 tahun. Kala itu ia aktif terlibat dalam menyoroti kebrutalan polisi terhadap warga kulit hitam.
Ellison memiliki pengalaman langsung dengan kebrutalan polisi, sehingga mendorongnya untuk mengambil peran aktif dalam gerakan hak-hak warga sipil.
“Ketika dia berusia 4 tahun, dia bersembunyi di bawah tempat tidurnya saat mobil pasukan Pengawal Nasional melewati lingkungannya pada tahun 1968. Saat itu kerusuhan terjadi setelah terbunuhnya Martin Luther King Jr. Dia kemudian sudah dewasa pada era Coleman Young, seorang walikota kulit hitam pertama,” Mother Jones melaporkan.
Pada tahun 1989, Ellison membentuk perkumpulan yang diberi nama Koalisi untuk Akuntabilitas Polisi, yang menerbitkan buletin berisi ulasan kebrutalan polisi.
Ellison adalah muslim pertama yang terpilih dalam kongres pada tahun 2006, dan disumpah dengan Alquran. Langkah Ellison itu membuat marah beberapa politisi kulit putih.
Marcus Garvey
Imam Mahdi Bray, seorang mantan Kristen Baptis, masuk Islam pada pertengahan 1960-an. “Beberapa orang akan mengatakan kembali ke Islam, tetapi pada dasarnya saya adalah seorang mualaf,” katanya sambil tertawa.
Itu adalah masa ketika orang kulit hitam Amerika mulai tertarik dengan transisi politik yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika, seperti di Aljazair yang memperoleh kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Perancis pada tahun 1962.
“Secara budaya, pemuda kulit hitam seperti saya sedang mengalami apa yang kami sebut gerakan identitas. Jadi kami melihat ke arah Afrika dan kami melihat Islam adalah agama yang datang dari sana,” jelasnya.
Pan-Afrikaisme berhembus dan perlawanan terhadap Apartheid di Afrika Selatan menjadi seruan bagi orang Afrika-Amerika.
“Perjuangan di Afrika Selatan sangat terkait dengan orang-orang Afrika-Amerika yang juga mengalami sistem Apartheid mereka sendiri.”
Tetapi beberapa dekade sebelum, muslim mengambil inspirasi dari Afrika, ada Marcus Garvey, pendiri Universal Negro Improvement Association (UNIA), yang memulai kampanye kembali ke Afrika.
Dilahirkan di Jamaika, ia pindah ke AS pada usia 28 tahun atau tepatnya tahun 1917. Ini bertepatan dengan kerusuhan SARA di St Louis Timur, peristiwa mencekam di kalangan orang kulit hitam.
“Dengan bantuan murid-murid seperti ayah saya, Garvey, dari markas besarnya di Harlem City, New York, mengibarkan bendera ras kulit hitam dan mendesak massa Negro untuk kembali ke tanah air leluhur mereka di Afrika,” tulis Malcolm X di halaman pertama bab pertama autobiografinya.
Sebagai pendukung kuat nasionalisme kulit hitam dan kemandirian orang kulit hitam, Garvey menghadapi penganiayaan oleh FBI dalam kasus dugaan penipuan melalui surat yang berkaitan dengan promosi Black Steamship Line (BSL).
The Nation of Islam (NOI)
Kurang lengkap rasanya jika mengangkat sejarah muslim kulit hitam di AS tanpa menyebutkan The Nation of Islam (NOI).
Didirikan oleh Wallace Fard Muhammad pada tahun 1930, tetapi penanggung jawabnya adalah Elijah Muhammad, seorang pemimpin muslim kontroversial yang ajarannya menyimpang dari Islam kebanyakan.
Dilahirkan pada tahun 1897 di Georgia dengan nama Elijah Poole, ia menyaksikan sendiri hukuman mati tanpa pengadilan terhadap Albert Hamilton, seorang Afrika-Amerika. Peristiwa itu memiliki dampak mendalam pada dirinya.
Elijah Muhammad mengambil alih kepemimpinan NOI dari pendiri grup Fard.
“Nation of Islam tidak mengadopsi Islam ortodoks atau seperti kebanyakan orang mengatakan Islam Sunni,” kata Imam Mahdi Bray.
“Orang-orang seperti Muhammad Ali membantu membangun organisasi itu, namun menolak beberapa ajaran agama yang diberikan oleh Elijah Muhammad.”
Tetapi kelompok itu mendukung nasionalisme kulit hitam dan memiliki pengaruh yang kuat.
“Seperti yang biasa dikatakan oleh seorang syaikh dari Arab Saudi bahwa mungkin mereka tidak berdoa dengan benar, tetapi mereka berdoa ke arah yang benar,” kata Bray.
Juru bicara NOI yang paling terkenal adalah Malcolm X.
Malcolm X
Malcolm Little lahir pada tahun 1925 dengan warna kulit yang dianggap lebih terang daripada saudara-saudaranya. Ini adalah sesuatu yang membuat ayahnya lebih suka dirinya daripada anak-anak lainnya.
Diskriminasi yang ia alami sebagai seorang anak membentuk pandangannya di kemudian hari. Sebagian besar hidupnya ia habiskan untuk menentang melakukan rekonsiliasi dengan orang kulit putih.
Di sekolah, ia cukup berprestasi. Namun ia diberi tahu oleh seorang guru bahwa ia harus mempertimbangkan karier “realistis” sebagai tukang kayu daripada bermimpi menjadi pengacara.
Malcolm menggantikan Little dalam namanya dengan variabel X yang menyimpang dari dominasi kulit putih. Sebagai seorang pemuda, ia pernah menghabiskan beberapa tahun di penjara.
Ia diketahui telah memiliki banyak “amunisi” intelektual untuk membentuk gerakan Black Power.
Setelah berbeda pandangan dengan Elijah Muhammad, Malcolm X meninggalkan NOI pada tahun 1964. Ia melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji. Ia mengubah namanya menjadi el-Hajj Malik el-Shabazz.
Malcolm X ditembak mati pada tahun 1965 oleh beberapa anggota NOI. [wip]