(IslamToday ID) – Amerika Serikat (AS) untuk pertama kalinya memasukkan 24 perusahaan China ke dalam daftar hitam dan menargetkan individu yang dianggap ikut mendukung militer Negeri Tirai Bambu itu di Laut China Selatan (LCS).
Departemen Perdagangan AS mengatakan 24 perusahaan tersebut memainkan peran dalam membantu militer China membangun dan memiliterisasi pulau-pulau buatan yang dikecam secara internasional di Laut China Selatan.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan akan memberlakukan pembatasan visa pada individu China yang bertanggung jawab atau terlibat dalam tindakan tersebut. Mereka adalah yang terkait dengan upaya paksa China untuk menghalangi akses negara-negara di Asia Tenggara ke sumber daya lepas pantai.
Langkah pada hari Rabu (26/8/2020) itu adalah langkah terbaru AS untuk menindak perusahaan-perusahaan yang produknya bisa mendukung kegiatan militer China dan menjelang pemilihan presiden AS, di mana Donald Trump dan Joe Biden sangat kritis terhadap China.
AS menuduh China melakukan militerisasi Laut China Selatan dan mencoba mengintimidasi negara-negara di Asia Tenggara yang mungkin ingin mengeksploitasi cadangan minyak dan gas yang luas di wilayah itu.
Kapal perang AS telah berlayar melalui wilayah tersebut untuk menegaskan kebebasan akses ke perairan internasional, sehingga dikhawatirkan menyebabkan bentrokan.
Seorang pejabat pertahanan AS yang enggan disebut namanya mengatakan kepada Reuters bahwa China meluncurkan empat rudal balistik jarak menengah yang mendarat di Laut China Selatan, yakni di antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel.
Surat kabar South China Morning Post (SCMP) yang berbasis di Hong Kong mengutip sumber yang dekat dengan militer China mengatakan China telah meluncurkan dua rudal, termasuk rudal pembunuh kapal induk ke Laut China Selatan pada Rabu pagi sebagai peringatan kepada AS.
Pada hari Selasa, China mengeluh bahwa AS telah mengirim pesawat pengintai U-2 ke zona larangan terbang karena adanya latihan militer tembakan oleh China.
Pentagon mengatakan penerbangan U-2 yang dilakukan di kawasan Indo-Pasifik dalam aturan dan regulasi internasional yang diterima mengatur penerbangan pesawat.
Kedutaan Besar China di Washington tidak segera menjawab permintaan untuk mengomentari pengumuman AS. Tetapi pada bulan Juli, Beijing mengatakan tidak takut akan sanksi apapun yang mungkin diberlakukan AS dan menuduhnya menimbulkan masalah dan mengacaukan kawasan itu.
Washington memperingatkan bahwa pihaknya dapat menanggapi dengan sanksi terhadap pejabat dan perusahaan China yang terlibat dalam pemaksaan di Laut China Selatan. Washington juga telah mengumumkan sikap yang lebih keras yakni menolak klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di Laut China Selatan dan sepenuhnya melanggar hukum.
China mengklaim hampir semua Laut China Selatan yang berpotensi kaya energi, padahal Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim bagian-bagian dari perairan yang dilewati perdagangan sekitar 3 triliun dolar AS setiap tahun itu.
“Ini adalah pertama kalinya AS menerapkan segala jenis sanksi ekonomi terhadap entitas China atas perilakunya di Laut China Selatan,” kata Greg Poling, pakar Laut China Selatan di Pusat Kajian Strategis dan Internasional Washington. [wip]