(IslamToday ID)—Tuntutan hukum telah diajukan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) oleh tiga organisasi hak asasi manusia Palestina.
Mereka menyerukan lembaga tersebut untuk menyelidiki Israel atas tuduhan “apartheid” dan “genosida” sambil mengupayakan penerbitan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel.
Diajukan oleh Al-Haq, Al Mezan, dan Pusat Hak Asasi Manusia Palestina, gugatan tersebut menekankan perlunya “perhatian segera terhadap rentetan serangan udara Israel yang terus menerus terhadap wilayah sipil padat penduduk di Jalur Gaza.”
Menurut pejabat kesehatan Gaza, serangan udara ini telah mengakibatkan kematian lebih dari 10.500 warga Palestina, dan hampir setengah dari mereka adalah anak-anak.
Dokumen hukum tersebut juga mendesak ICC untuk memperluas penyelidikan yang sedang berlangsung terhadap kejahatan perang.
Hal itu melalui pemerikasaan isu-isu seperti “pengepungan yang mencekik yang dilakukan di (Gaza), pemindahan paksa penduduknya, penggunaan gas beracun, dan perampasan kebutuhan pokok seperti makanan, air, bahan bakar, dan listrik.”
Tindakan-tindakan ini, sebagaimana ditegaskan dalam tuntutan hukum, merupakan “kejahatan perang” dan “kejahatan terhadap kemanusiaan,” yang mencakup tuduhan “genosida.”
Selain itu, ketiga organisasi tersebut menyerukan dikeluarkannya surat perintah penangkapan yang menargetkan Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Sejak tahun 2021, ICC telah menyelidiki pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Israel di wilayah pendudukan Palestina.
Mereka secara khusus menyelidiki kemungkinan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan pendudukan mulai tahun 2014 dan seterusnya.
Dalam pengajuannya baru-baru ini ke ICC, pengacara yang mewakili kelompok hak asasi manusia, Emmanuel Daoud, merujuk pada keputusan ICC terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas kejahatan perang di Ukraina.
Daoud juga menyatakan bahwa “tidak ada ruang untuk standar ganda” dan “apakah perang kejahatan dilakukan di Ukraina atau Palestina, pelakunya harus bertanggung jawab.”
Gugatan tersebut muncul setelah Reporters Without Borders mengajukan pengaduan pada tanggal 31 Oktober yang menuduh Israel melakukan kejahatan perang terhadap jurnalis di Gaza.
Menurut angka dari organisasi kebebasan pers Committee to Protect Journalists (CPJ), hingga kemarin, serangan Israel telah mengakibatkan kematian sedikitnya 39 jurnalis sejak 7 Oktober.
Hal ini juga terjadi setelah jaksa penuntut utama ICC, Karim Khan, memperingatkan Israel, setelah mengunjungi perbatasan Rafah antara Mesir dan Gaza, bahwa menghalangi pasokan bantuan ke Jalur Gaza mungkin merupakan kejahatan di bawah yurisdiksi ICC.
“Seharusnya tidak ada hambatan bagi pasokan bantuan kemanusiaan untuk anak-anak, perempuan dan laki-laki, serta warga sipil,” ungkap Khan, seperti dilansir dari MEMO, Jumat (10/11/2023)
“Mereka tidak bersalah, mereka mempunyai hak berdasarkan hukum kemanusiaan internasional. Hak-hak ini merupakan bagian dari Konvensi Jenewa, dan bahkan menimbulkan tanggung jawab pidana ketika hak-hak ini dibatasi berdasarkan Statuta Roma.”
Tel Aviv bukan anggota ICC dan menolak yurisdiksi pengadilan; sebelumnya mereka menolak untuk secara resmi terlibat dalam penyelidikannya.(res)