IslamToday ID —Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof.Dr. KH Said Aqil Siroj menilai UU Cipta Kerja yang baru disahkan dengan cepat pada Senin (5/10) sore lalu, sangat tidak seimbang karena hanya menguntungkan satu kelompok saja.
Said Aqil menilai UU ini hanya menguntungkan para konglomerat, kapitalis dan investor, namun di sisi lain menindas para buruh, petani, dan rakyat jelata.
“Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” tegas Kiai Said AqiL saat memberikan sambutan dalam Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta secara virtual, pada Rabu (7/9) pagi.
Said Aqil Siradj menekankan bahwa warga NU harus punya sikap tegas dalam menilai UU Cipta Kerja yang kontroversi itu. Sikap itulah yang akan menemukan jalan keluar.
“Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth (moderat). Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan,” pungkas Said Aqil Siradj.
Ia pun menilai, UU Cipta Kerja menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan. Menurutnya, Hal itu tidak bisa dibenarkan.
“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” tukasnya.
Selanjutnya ia pun mengungkapkan bahwa UUD 1945 Pasal 33 masih sangat jauh dari implementasi.
Menurutnya, konstitusi negara itu hanya sebatas tulisan di atas kertas putih yang dicetak berulang-ulang dengan jumlah jutaan lembar.
“Tapi tidak pernah diimplementasikan bahwa kekayaan Indonesia ini untuk seluruh rakyat Indonesia. Apakah itu sudah diimplementasikan? Sama sekali tidak. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” ungkapnya.
Menurut Ketua Umum PBNU ini, di era keterbukaan seperti sekarang ini yang sangat bebas dan liberal, ditambah dengan sistem kapitalisme membuat nasib rakyat kecil semakin tertindas.
Ia juga menilai para politisi hanya memanfaatkan rakyat untuk mendulang suara saja saat pemilu.
“Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suaranya (rakyat) dibutuhkan. Tapi kalau sudah selesai (rakyat) ditinggal. UUD 1945 Pasal 33 itu hanya tulisan di atas kertas tapi tidak pernah diimplementasikan,” tandasnya.
Oleh karena itu, Ia berharap NU bersikap secara kritis terhadap penetapan kebijakan ini.
“Saya berharap NU nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Dengan sikap kritis tapi elegan. Tidak boleh anarkis karena tidak ada gunanya itu,” tandasnya.[IZ]