(IslamToday ID) – Impor daging kerbau India yang rutin dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk stabilisasi pasokan dinilai tak berhasil membuat harga komoditas tersebut makin terjangkau. Alih-alih membentuk harga ideal baru, kehadiran daging kerbau India justru menggusur eksistensi pasar daging segar yang dipasok dari sapi lokal.
Ketua Komite Tetap Industri Peternakan Kadin, Yudi Guntara Noor mengatakan daging kerbau beku kebanyakan tidak dijual dalam bentuk beku di pasar tradisional. Namun, daging kerbau beku tersebut dijual sebagai daging sapi segar setelah dicampur dengan daging sapi segar dari produksi lokal.
“Kalau di pasar becek, (daging kerbau beku) ini dijual sebagai daging segar. Mereka (pedagang) mencairkan lalu mencampurnya dengan daging sapi,” kata Yudi dalam diskusi daring yang digelar Meat & Livestock Australia seperti dikutip dari Bisnis.com, Selasa (26/4/2021).
Ia menjelaskan maraknya praktik ini tak lepas dari preferensi konsumen yang lebih memilih daging segar dibandingkan dengan daging beku. Akibatnya, meski daging kerbau beku cenderung lebih murah dibandingkan dengan daging segar, yakni di kisaran Rp 80.000 per kg, harga daging secara umum tetap berada di atas Rp 100.000 per kg karena peran daging kerbau sebagai stabilisasi tak berjalan.
“Kalau ingin terjangkau, konsumen seharusnya dapat memilih membeli yang frozen. Namun ini tidak ada di pasar. Semua dicampur oleh pedagang dan pemerintah atas dasar stabilisasi membiarkan ini terjadi. Karena itu kalau kita lihat harga bahan pokok strategis, stabil terus harganya. Namun itu stabil tinggi untuk daging sapi segar,” jelasnya.
Mengutip survei dari Bank Indonesia DKI Jakarta, Yudi mengatakan kehadiran daging kerbau impor juga menghadirkan segmentasi pedagang daging yang berbeda.
Pada 2019, hanya 19 persen dari pedagang daging yang murni menjual daging sapi lokal. Lalu sebanyak 42 persen menjual daging sapi lokal dan daging kerbau impor, serta 34 persen menjual kombinasi daging sapi lokal dan impor ditambah dengan daging kerbau impor.
Adapun 55 persen pedagang mengatakan memilih juga menjual daging kerbau impor atas pertimbangan margin keuntungan yang lebih besar. Kehadiran daging kerbau beku yang tak berimbas pada harga daging secara umum juga berpengaruh ke peta pasar daging nasional.
Studi yang dilakukan oleh Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) menunjukkan pasar daging sapi segar lokal mulai menunjukkan penurunan saat kran impor daging kerbau India dibuka.
“Kita lihat 2015 daging sapi lokal yang segar pasarnya 60 persen. Namun pada 2019 bisa dikatakan hampir 70 persen dikuasai daging impor. Di 70 persen pasar impor ini pun dibagi dua dengan daging kerbau hampir menguasai sepertiganya. Jadi yang makin terdesak adalah daging segar,” kata Yudi.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) sekaligus Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) Rochadi Tawaf mengatakan bahwa kehadiran daging kerbau impor tidak memberikan efek apa-apa terhadap harga. Ia juga menyoroti dampak impor ini terhadap produktivitas sapi lokal yang makin menurun.
“Daging kerbau India yang ditujukan untuk menurunkan harga, karena pendekatan impor ini adalah untuk harga, itu tidak memberikan efek apa-apa. Bahkan harga tetap stabil tinggi dan produktivitas dalam negeri terus turun,” kata Rochadi.
Mengutip studi IPSI, impor daging kerbau ia sebut justru memberi dampak negatif pada usaha peternakan rakyat. Tren produksi sapi lokal tercatat hanya bergerak di kisaran 1,30 persen per tahun dalam kurun 2013 sampai 2018. Sementara pertumbuhan konsumsi berada di level 6,40 persen per tahun dan impor naik 16,20 persen per tahun.
Impor 80.000 Ton
Tahun ini, Indonesia memastikan akan kembali mengimpor puluhan ribu ton daging kerbau dari India. Hal ini dalam rangka memasok kebutuhan saat puasa dan lebaran, juga stabilisasi harga.
Perum Bulog mendapatkan penugasan untuk mengimpor daging kerbau dari India sebanyak 80.000 ton. Impor dilakukan secara bertahap, untuk periode Maret-Juni 2020 ada pengadaan sebanyak 22.000 ton.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal mengatakan, daging kerbau dari India itu sudah ada yang sampai di Tanah Air, dan sebagian masih dalam perjalanan alias dalam pengiriman.
“80.000 Ton itu untuk kebutuhan satu tahun, jadi untuk stabilisasi harganya satu tahun. Sudah ada beberapa yang sudah datang dan akan datang,” kata Awaludin seperti dikutip dari Detik, 23 Maret 2021 lalu.
Pada Maret ini, Bulog memperkirakan ada sekitar 10-20 persen dari kontrak pengadaan pertama yang akan masuk. Artinya, ada sekitar 2.200-4.400 ton daging kerbau impor dari India yang akan masuk.
“Proses itu kan tetap disesuaikan kebutuhan, setiap proses tahapan itu kan mesti dilakukan lelang. Itulah bedanya yang dilakukan oleh Bulog. Karena kita ini BUMN yang harus GCG, semua proses itu harus melalui tahapan yang transparan,” jelas Awaludin.
Ia menegaskan, impor ini dilakukan untuk menyediakan pilihan bagi masyarakat dalam mengkonsumsi daging, dan juga stabilisasi harga daging dalam negeri. Pasalnya, harga daging sapi masih bertahan di level Rp 120.000 per kg. Harapannya, dengan kehadiran daging kerbau ini maka harga daging sapi di dalam negeri bisa turun.
Ia bilang impor ini supaya harga di konsumen maksimal Rp 80.000 per kg, sehingga bisa menstabilisasi harga daging sapi yang selama ini sudah di atas Rp 120.000 per kg.
“Kalau ada alternatif seperti ini, masyarakat punya akses yang lebih banyak untuk mendapatkan daging sebagai kebutuhan proteinnya,” katanya. [wip]