(IslamToday ID) – Ketua KPK Firli Bahuri menilai ada potensi tindak pidana korupsi dalam program vaksin berbayar yang akhirnya ditunda oleh PT Kimia Farma.
Hal itu diungkapkan Firli saat menghadiri rapat koordinasi vaksin mandiri dan gotong-royong pada hari Senin (12/7/2021).
Dalam rapat tersebut juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri BUMN Erick Thohir, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Menurut Firli, potensi terjadinya kecurangan bisa terjadi mulai dari perencanaan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi program.
“Saya juga menyampaikan saran strategis menyikapi potensi fraud (kecurangan) jika vaksin mandiri dilaksanakan berbayar ke masyarakat serta vaksinasi selanjutnya,” ujarnya seperti dikutip dari Liputan 6, Rabu (14/7/2021).
Firli mengaku sudah memberi masukan dan dasar hukum kerawanan program vaksin berbayar dalam tiap tahapan. Ia menyebut KPK sudah memberikan setidaknya enam saran yang harus dilakukan agar tak terjadi kecurangan dalam program ini.
“KPK memahami permasalahan implementasi vaksinasi saat ini, sekaligus mendukung upaya percepatan vaksinasi,” katanya.
Menurut Firli, penjualan vaksin gotong-royong ke individu melalui Kimia Farma meski sudah dilengkapi dengan Permenkes, menurut KPK berisiko tinggi dari sisi medis dan kontrol vaksin karena efektivitas rendah dan jangkauan Kimia Farma terbatas.
Perluasan penggunaan vaksin gotong-rotong ke individu ini direkomendasikan hanya menggunakan vaksin gotong-royong tidak boleh menggunakan vaksin hibah, baik bilateral maupun skema covax. Kemudian data alokasi dan penggunaan vaksin gotong-royong harus transparan.
“Pelaksanaan hanya melalui lembaga/intitusi yang menjangkau kabupaten/kota. Misalnya rumah sakit swasta se-Indonesia atau Kantor Pelayanan Pajak. Sebab,mereka punya data base wajib pajak yang mampu secara ekonomi, atau lembaga lain selain retail seperti Kimia Farma,” kata Firli.
Kemudian perbaikan logistik vaksin untuk mencegah vaksin mendekati kedaluwarsa dan distribusi lebih merata.
Rekomendasi selanjutnya yakni Firli menyebut sesuai Perpres No 99 Tahun 2020, Menkes diperintahkan untuk menentukan jumlah, jenis, harga, serta mekanisme vaksinasi.
Kemudian perlu dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan monitoring pelaksanaan vaksin gotong-royong secara transparan, akuntabel, dan pastikan jangan ada niat jahat untuk melakukan korupsi.
“Data menjadi kata kunci, untuk itu Kemenkes harus menyiapkan data calon peserta vaksin gotong-royong sebelum dilakukan vaksinasi,” pungkas Firli. [wip]