(IslamToday ID) – Produk laptop impor menguasai pangsa pasar Indonesia hingga mencapai 95 persen. Total permintaan laptop rata-rata mencapai 3 juta unit per tahun.
“Demand (permintaan) produk laptop di Indonesia sebesar 3 juta unit per tahun dengan market share produk impor masih 95 persen, dan baru 5 persen untuk produk laptop dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam konferensi pers ‘Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Sektor Pendidikan’, Kamis (22/7/2021).
Kondisi itu, lanjutnya, menjadi perhatian pemerintah untuk mendorong produk dalam negeri menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Perindustrian, nilai impor laptop setiap tahunnya rata-rata mencapai 1 miliar dolar, atau setara Rp 14,49 triliun (kurs Rp 14.494 per dolar AS). Laptop menjadi produk impor dengan nilai paling besar pada kelompok elektronika.
Rinciannya, impor laptop pada 2018 sebesar 1,05 miliar dolar AS, 2019 senilai 1,1 miliar dolar AS. Namun, tahun lalu nilai impor laptop turun menjadi 587 juta dolar AS karena pandemi Covid-19. “Nilai impor produk laptop dalam lima tahun terakhir adalah 1 miliar dolar AS,” ujarnya.
Untuk mengurangi impor laptop, Kementerian Perindustrian tengah mempersiapkan peraturan menteri mengenai tata cara perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk laptop. Tujuan aturan itu untuk meningkatkan investasi dalam komponen yang terkait TKDN laptop, sehingga diharapkan bisa meningkatkan substitusi impor dengan produk dalam negeri.
“Saat ini sedang tahap finalisasi Peraturan Menteri Perindustrian khusus yang akan mengatur tata cara perhitungan TKDN produk laptop, on going process, Insya Allah sebentar lagi selesai,” ujarnya.
Peningkatan TKDN laptop ini diharapkan bisa mendukung program substitusi impor 35 persen pada 2022 mendatang. Terlebih, pemerintah telah mengalokasikan dana APBN untuk memfasilitasi sertifikasi TKDN secara gratis mencapai 9.000 produk dengan TKDN minimal 25 persen.
“Utilisasi produsen TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dalam negeri masih rendah, sehingga apabila penerapan TKDN ini bisa tegas dan konsisten, maka bisa bantu program substitusi impor pada 2022,” katanya.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan penggunaan produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam negeri di bidang pendidikan melalui pengadaan barang pemerintah mencapai Rp 17 triliun ada 2024.
Luhut mengatakan belanja pemerintah untuk produk dalam negeri (PDN) di bidang pendidikan, khususnya produk TIK masih sangat rendah dibandingkan produk impor.
“Jadi selama empat tahun ke depan, itu kita akan belanjakan segitu banyak. Kita mau sebanyak mungkin, secara bertahap, itu (produknya) kita buat di dalam negeri,” kata Luhut seperti dikutip dari Antara, Jumat (23/7/2021).
Untuk anggaran 2021, total kebutuhan Kemendikbud-Ristek dan pemerintah daerah (pemda) untuk pengadaan laptop sebanyak 431.730 unit yakni senilai Rp 3,7 triliun.
Jumlah tersebut terdiri atas 189.165 unit (sekitar Rp 1,3 triliun) melalui APBN 2021 dan 242.565 unit (sekitar Rp 2,4 triliun) melalui DAK fisik pendidikan. “Saat ini telah dilakukan penandatanganan kontrak atas penggunaan PDN senilai Rp 1,1 triliun,” katanya.
Kapasitas Dalam Negeri Mumpuni
Luhut menuturkan, saat ini terdapat enam produsen laptop dalam negeri dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 25 persen dan telah bisa memenuhi kebutuhan pengadaan Kemendikbud-Ristek dan pemda ada 2021. Tercatat, kesiapan produksi laptop dalam negeri sebesar 351.000 unit ada September 2021 dan total sebanyak 718.100 unit pada November 2021.
Lebih lanjut, pemerintah juga telah memetakan kebutuhan produk TIK untuk tahun anggaran 2021-2024. Misalnya, kebutuhan laptop hingga 2024 mencapai 1,3 juta unit, access point mencapai 99.000 unit, hingga LCD proyektor yang mencapai 99.000 unit.
“Kita berharap makin banyak nanti yang diproduksi di dalam negeri sejalan dengan dana yang Kemendikbud punya dan juga nanti kita akan bikin aturan lagi supaya sebanyak mungkin digunakan. Dan kita akan batasi impor-impor dari luar,” katanya.
Luhut juga mengingatkan pemerintah akan tegas memberantas praktik impor yang dilakukan sejumlah oknum. Menurutnya, impor seharusnya tidak perlu dilakukan ketika kapasitas di dalam negeri mumpuni untuk bisa memproduksi produk serupa.
“Ini (belanja produk dalam negeri) kita betul-betul dorong. Jadi tidak boleh kita mengimpor-impor padahal kita bisa produksi sendiri. Jadi harus dibasmi orang-orang yang masih bermain di sini,” tegasnya.
Untuk bisa memenuhi target belanja produk TIK dalam negeri, Luhut mengatakan pemda juga berkewajiban untuk mengalokasikan DAK fisik pendidikan untuk membeli produk dalam negeri sebagaimana dilakukan Kemendikbud-Ristek untuk membelanjakan laptop PDN.
Selain itu, pemerintah juga akan berupaya mempersiapkan kemampuan riset dalam negeri untuk meningkatkan kandungan TKDN agar dapat memproduksi laptop Merah Putih mulai dari desain hingga pengembangannya.
Luhut menegaskan komitmen pemerintah untuk terus membangun industri TIK di dalam negeri agar tak perlu impor lagi.
“Jadi makin banyak kita kembangkan produk-produk dalam negeri di (bidang) teknologi informasi, misal bikin server, software, pada akhirnya nanti kita produksi sendiri saja. Jadi tidak perlu mesti impor-impor lagi,” kata Luhut.
Menurutnya, kondisi pandemi Covid-19 mengajarkan bahwa selama ini Indonesia banyak tergantung pada negara lain. Pandemi menyadarkan Indonesia untuk bisa menggenjot kemampuan dalam negeri.
“Sekarang dengan pandemi, kita mulai menggeser produk-produk dalam negeri kita supaya tidak tergantung dan ternyata bisa. Ini saya kira langkah yang bagus,” ujar Luhut.
Kendati demikian ia menyebut masih ada pihak-pihak yang ingin mengambil untung sendiri dengan impor. Meski tidak membenci impor, ia mengingatkan bahwa kini saatnya Indonesia memenuhi kebutuhan sendiri.
“Tapi masih ada mental-mental yang enggak jelas yang masih ingin melihat produk-produk luar negeri, Sudah cukuplah itu. Tentu juga tidak 100 persen kita penuhi kebutuhan kita, tapi janganlah persentasenya rendah sekali itu buatan dalam negeri,” kata Luhut.
Ia mengungkapkan ITB, ITS, dan UGM saat ini telah bekerja sama dengan industri TIK dalam negeri membentuk konsorsium untuk memproduksi tablet dan laptop Merah Putih dengan merek Dikti Edu.
“Saya kira zamannya Menteri Nadiem (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) elok kalau ini sudah mulai diluncurkan,” ujar Luhut.
Selain itu, ia menegaskan industri wajib melakukan offset agreement untuk meningkatkan R&D (riset dan pengembangan), dengan mengikutsertakan vokasi dan pendidikan tinggi yang dituangkan dalam kontrak pemesanan.
Pemerintah pun tengah berupaya membangkitkan industri TIK dalam negeri melalui berbagai program, antara lain penyediaan akses pasar, penyerapan PDN melalui pengadaan barang/jasa pemerintah, peningkatan kapasitas SDM, bekerja sama dengan sekolah vokasi, perguruan tinggi, dan industri, serta akses permodalan. [wip]