(IslamToday ID) – Komisi Kejaksaan (Komjak) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) maksimal dalam mengeksekusi aset-aset rampasan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dalam kasus mega korupsi dana pensiunan PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri.
Kejagung didorong untuk bisa mengembalikan aset sitaan demi menimimalkan kerugian negara. Sebab dalam dua kasus tersebut, kerugian negara masing-masing total Rp 16,8 triliun dan Rp 22,78 triliun.
Ketua Komjak Barita Simanjuntak mengatakan, pengenaan hukuman badan terhadap para terpidana dan ancaman para terdakwa pada dua kasus tersebut patut untuk diapresiasi. Menurutnya, bahkan Presiden Jokowi memuji kinerja kejaksaan tersebut.
“Saya setuju dengan apresiasi dari Bapak Presiden Jokowi terhadap kinerja Kejaksaan Agung, yang memberikan nilai tinggi untuk khususnya dalam penanganan perkara-perkara korupsi, seperti kasus Jiwasraya dan Asabri. Saya rasa, apresiasi dari presiden itu tepat sekali,” kata Barita seperti dikutip dari Republika, Sabtu (11/12/2021).
Ia mengatakan, apresiasi dari kepala negara itu patut menjadi pemicu kuat bagi Kejagung dalam peningkatan kinerja. “Terutama untuk kerja-kerja pemberantasan korupsi dan kejahatan-kejahatan ekonomi yang masih menjadi perhatian publik sampai saat ini,” ujar Barita.
Akan tetapi, katanya, apresiasi tersebut sewajarnya tidak membikin jumawa. Karena Kejagung harus dapat juga meningkatkan kepercayaan publik terkait pengembalian kerugian negara yang diakibatkan oleh dua kasus korupsi dan TPPU di Jiwasraya dan Asabri.
“Kita dari Komjak mendorong agar Kejaksaan Agung menelusuri aset-aset terpidana (kasus Jiwasraya), maupun terdakwa (dalam kasus Asabri) ini bisa sesuai untuk pengembalian kerugian negara,” ujar Barita.
Sebab, katanya, untuk masalah pemidanaan badan, Kejagung sudah menampakkan aksi pemberantasan korupsi yang maksimal lewat penegakan hukum yang tepat dan tak pandang bulu.
“Kita harus melihat hukuman (badan) dan tuntutan kasus-kasus Jiwasraya dan dalam kasus Asabri ini sudah menunjukkan keseriusan hukum untuk pemberantasan korupsi yang selama ini juga diharapkan oleh masyarakat,” ujar Barita.
Ia mengatakan, tinggal bagaimana konsistensi kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara. Dalam kasus korupsi dan TPPU Jiwasraya yang kerugian negaranya mencapai Rp 16,8 triliun, kejaksaan memenjarakan maksimal delapan terdakwa.
Dua terdakwa, Benny Tjokosaputro dan Heru Hidayat, dua bos PT Hanson Internasional, dan PT Trada Alam Minera (TRAM) inkrah divonis penjara seumur hidup. Keduanya dalam kasus tersebut juga diminta mengembalikan kerugian negara dari perbuatannya dengan senilai Rp 6,8 triliun dan Rp 10,7 triliun. Sedangkan terdakwa Joko Hartono Tirto, bos di PT Maxima Integra juga divonis 20 tahun penjara.
Para terdakwa dari jajaran direksi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, juga divonis inkrah masing-masing 20 tahun penjara. Kecuali Syahmirwan yang mendapatkan keringanan vonis hukuman dari Mahkamah Agung (MA) menjadi 18 tahun penjara.
Terdakwa pejabat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmy juga divonis masuk bui selama enam tahun. Satu terdakwa terakhir dari swasta yakni Pieter Rasiman, bos dari PT Himalaya Energi Perkasa, juga berhasil dijerujibesikan kejaksaan selama 20 tahun penjara.
Akan tetapi, dari seluruh hukuman tersebut sampai saat ini Kejagung belum maksimal dalam mengeksekusi putusan terkait angka pengganti kerugian negara. Padahal, dalam putusan kasasi oleh MA pada Agustus 2021 menyebutkan aset-aset rampasan dari para terpidana yang mencapai Rp 18,7 triliun, agar disita dan dilelang terbuka dan hasilnya untuk pengganti kerugian negara.
Dalam putusannya, MA memerintahkan eksekusi penggantian kerugian negara tersebut selambatnya dibayarkan satu bulan setelah putusan inkrah.
Terkait hal tersebut, Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung Elan Suherlan mengakui lelang eksekusi terkait penuntasan kasus Jiwasraya, hasilnya masih jauh dari harapan. Sampai Jumat (10/12/2021), kata Elan, aset-aset sitaan yang sudah berhasil dilelang eksekusi dan uangnya disetorkan ke negara baru minimal di angka Rp 17 miliar.
Padahal, kata Elan, aset-aset rampasan dari para terpidana Jiwasraya mencapai Rp 18 triliun.
Artinya hasil sitaan baru menyumbang 1 persen dari total kerugian negara. “Jumlahnya masih sangat jauh,” katanya.
Elan membeberkan beberapa aset sitaan dari para terpidana Jiwasraya yang sudah berhasil dieksekusi lelang terbuka. Seperti uang tunai Rp 10,79 miliar milik enam terpidana.
“Uang tunai itu sudah disetorkan ke kas negara. Itu dari terpidana Benny, Hendrisman, Hary Prasetyo, Joko Hartono Tirto, dan Syahmirwan,” terang Elan.
Menurutnya, uang tunai senilai Rp 902 juta yang semula berasal dari sitaan mata uang asing dari terpidana Benny dan Heru juga sudah disetorkan ke kas negara sebagai pengganti kerugian Jiwasraya.
Selanjutnya, kata Elan, upaya untuk melakukan lelang eksekusi terhadap aset-aset rampasan lainnya sepi peminat. Baru-baru ini, PPA Kejagung baru berhasil mendapatkan hasil lelang Rp 6,1 miliar dari 11 mobil sitaan para terpidana yang berhasil disita.
“Sementara baru itu (Rp 17 miliar) yang sudah berhasil dilelang dan disetorkan ke kas negara sebagai pengganti kerugian negara,” ujar Elan. Artinya baru 0,1 persen kerugian negara akibat Jiwasraya yang sudah kembali ke kas negara.
Sedangkan ratusan ribu bidang tanah, apartemen, lahan pertambangan, dan rumah-rumah tinggal, bahkan kapal-kapal barang, serta pesiar yang sudah dinyatakan pengadilan sebagai rampasan negara belum berhasil untuk dilepas lelang. “Belum ada yang berminat,” pungkas Elan. [wip]