(IslamToday ID) – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang digarap secara konsorsium antara BUMN dengan China mendapat kritikan dari Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel.
Ia mengingatkan pemerintah agar Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 4,3 triliun untuk proyek kereta China harus memiliki dampak signifikan terhadap peningkatan investasi dan penguatan industri di Tanah Air.
“Salah satu cara yang mudah adalah penggunaan produk dalam negeri pada kegiatan yang mendapat PMN,” kata Rachmat yang merupakan Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) seperti dikutip dari Inilah, Ahad (19/12/2021).
Hal itu diungkapkan menanggapi hasil rapat Komisi XI dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 15 Desember 2021, yang membahas tentang tambahan PMN 2021 dan PMN 2022.
Pada 2021 pemerintah menggelontorkan PMN senilai Rp 43,2 triliun, masing-masing untuk Hutama Karya Rp 9,1 triliun, Waskita Karya Rp 7,9 triliun, Kereta Api Indonesia (KAI) Rp 6,9 triliun, Badan Bank Tanah Rp 1 triliun, Indonesia Invesment Authority (INA) Rp 15 triliun, dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Rp 3,3 triliun.
Yang sempat diramaikan publik, lanjutnya, tambahan PMN untuk KAI. Di mana, ada PMN base equity KCJB Rp 4,3 triliun. Yang berarti turunnya dana APBN untuk KCJB, ada perubahan skema Business to Business (B to B) karena sudah melibatkan dana negara.
Rachmat juga mengemukakan berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, sejak 2005 hingga 2021 ini pemerintah telah menggelontorkan PMN Rp 695,6 triliun yaitu Rp 361,3 triliun untuk BUMN dan Rp 334,3 triliun untuk Badan Layanan Umum (BLU). Dari data itu, pada 10 tahun pemerintahan SBY besaran PMN mencapai Rp 112,27 triliun dan sisanya di masa pemerintahan Jokowi.
PMN terbesar yang berupa uang terjadi pada 2015 sebesar Rp 70,63 triliun, 2016 sebesar Rp 58,79 triliun, pada 2020 sebesar Rp 56,02 triliun, dan 2021 sebesar Rp 84,28 triliun.
“Kami sangat mendukung PMN ini karena memberikan dampak sosial ekonomi yang baik,” katanya.
Namun ia mengingatkan agar PMN yang dikucurkan menjadi daya dorong bagi tumbuhnya investasi dan industri di dalam negeri.
“Pertanyaannya adalah dana tersebut dibelanjakan ke mana saja? Pada level teknis inilah yang harus dicermati. Bapak Presiden sudah membuat kebijakan yang benar, namun jangan sampai di lapangan tidak detail menjalankannya,” ujar Rachmat.
Apalagi, lanjutnya, Jokowi telah mengeluarkan PP No 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, yang di dalamnya mengatur tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan telah dibentuk Timnas Penguatan Penggunaan Produk Dalam Negeri yang dipimpin Menko Luhut Binsar Panjaitan.
“Jangan sampai dana PMN tersebut lebih banyak digunakan untuk impor. Ini tidak akan menguatkan struktur ekonomi nasional dan struktur industri nasional,” katanya.
Menurutnya, ke depan Indonesia harus mampu menjadi pusat bagi industri yang berbasis teknologi seperti industri sistem keamanan, teknologi otomotif, teknologi lampu, dan teknologi elektronika.
Selain itu, katanya, salah satu dampak penting lain dari kuatnya industri nasional adalah terciptanya UMKM yang kuat karena industri besar akan mampu berdiri kokoh dengan topangan UMKM di sekitarnya. “Ini sekaligus akan menciptakan pemerataan ekonomi dan keadilan ekonomi yang permanen,” katanya. [wip]