ISLAMTODAY ID— Mampukah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus korupsi di Satgasus Merah Putih yang diketuai oleh Irjen Pol. Ferdy Sambo. Rekam jejak Ketua KPK Firli Bahuri dan pelumpuhan sistematis KPK membuat kinerja KPK dipertanyakan.
Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2005-2013, Abdullah Hehamahua mengemukakan sejumlah fakta tentang satgasus dan KPK. Ia menjelaskan relasi antara Presiden Jokowi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sekaligus Mantan Kapolri Tito Karnavian, Firli dan Mantan Ketua Satgasus Ferdy Sambo.
Abdullah Hehamahua mengawali analisisnya tentang tindakan korupsi satgasus dengan memperkenalkan profil singkat Ferdy Sambo. Seorang anggota Polri yang berhasil mencapai pangkat bintang dua dalam relatif singkat.
“Poin pertama tentang bagaimana orang yang baru 26 tahun bertugas langsung menduduki jabatan yang luar biasa. Berarti ini ada suatu persoalan,” ungkap Abdullah Hehamahua seperti dilansir dari channel youtube Realita TV pada Rabu (24/8/2022).
Indikator kedua yang menimbulkan kecurigaan ialah fakta bahwa Ferdy Sambo banyak mengoleksi mobil mewah. Setidaknya ada enam mobil mewah yang dikoleksi Sambo diantaranya adalah Toyota Land Cruiser (Rp 2,2 M), Lexus LX 570 F-Sport (Rp 3,5 M), Lexus NX300 f-Sport (Rp 863juta), MPV Lexus LM 350 ( Rp 1,9 M), Toyota Kijang Innova Venturer (Rp 494 juta) dan Lexus RX300 F Sport ( Rp 1,5 M).
“Saya empat tahun jadi Wakil Ketua Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara jadi tahu betul bagaimana orang harus melaporkan hara kekayaannya,”kata Abdullah Hehamahua.
“Mobil dinasnya itu Lexus LX 570 F-Sport seharga Rp 3,5 M. Saya 15 tahun di Malaysia yang berhak mendapat mobil yang seperti Toyota Alphard itu hanya pedana menteri,” jelasnya.
Penggunaan mobil dinas Ferdy Sambo jika dilihat dari statusnya yang hanya jenderal polisi bintang dua sangat tidak wajar. Ironisnya mobil dinas mewah Ferdy Sambo juga belum diumumkan kepada negara.
“Tapi ini seorang jenderal bintang dua menggunakan mobil dinas seharga Rp 3,5 M?. (Lalu) saya cek sama teman-teman di KPK, belum diumumkan harta kekayaannya di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara),” tutur Abdullah Hehamahua.
Abdullah Hehamahua lantas mengemukakan berdasarkan pengalaman kerjanya di KPK dan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara ia menduga jika dokumen kepemilikannya itu bukan atas nama Ferdy Sambo.
“Karena surat-surat mobil itu atas nama orang lain tapi yang punya adalah beliau. Sehingga itu jadi problem ketika dilaporkan ke KPK,”ucap Abdullah Hehamahua.
“Antara nama STNK dengan pemilik itu beda,”imbuhnya.
KPK
Power tends to corrupt, kekuasaan cenderung kepada korupsi dalam hal ini dilakukan oleh Satgasus Merah Putih. Wewenang Satgasus dalam sejumlah kasus-kasus besar sangat bertentangan dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
“Apa yang dilakukan oleh satgasus itu jelas bertentangan dengan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, yaitu terjadi penyalah gunaan jabatan, wewenang yang merugikan keuangan negara maupun negara,”kata Abdullah Hehamahua.
KPK harus mengambil peran mengusut tindakan yang merugikan keuangan negara dan negara tersebut. Termasuk pihak terkait khususnya Jenderal Sambo.
“KPK harus menggunakan kewenangan mereka untuk memeriksa, semuanya yang terkait khususnya Jenderal Sambo,” ucap Abdullah Hehamahua.
“Kasus kriminal pembunuhan itu biarlah urusan polisi dengan kejasaan, tapi kasus korupsi itu KPK bisa melakukan(nya),” jelansya.
Mampukah KPK mengusut kasus korupsi di Satgasus Merah Putih. Sebuah lembaga yang dibentuk oleh Tito selaku Kapolri yang bekerja dibawah instruksi Presiden Jokowi.
Di sisi lain sejak era Presiden Jokowi pula, KPK mengalami pelumpuhan yang sistematis. Selain disebabkan oleh undang-undang KPK yang baru juga disebabkan oleh status Firli Bahuri.
“Firli itu adalah anak buah Tito (Karnavian),” ungkap Abdullah Hehamahua.
Pada masa Tito juga Firli ‘dilindungi’ olehnya, terutama ketika yang bersangkutan mengalami pelanggaran pidana.Pelanggaran berat Firli ketika masih menjabat Deputi Penindakan di KPK ialah menemui calon tersangka yang sedang ditangani oleh KPK.
Mirisnya dengan track recordnya selama bekerja Deputi Penindakan KPK ia tetap dipilih Komisi III DPR sebagai Ketua KPK. Dalam hal ini bisa saja terjadi ‘transaksi kepentingan’ kedua belah pihak.
“Karena dia mantan Deputi Penindakan jadi dia tahu kasus-kasus anggota DPR. Jadi di situlah prosesnya,”ujar Abdullah Hehamahua.
Fakta berikutnya ialah berkaitan dengan ‘Buku Merah’, yang mengungkap rahasia antara Presiden Jokowi dan Tito Karnavian ketika keduanya masih sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Kapolda Metro Jaya.
“Buku Merah itu melibatkan Kapolri (Tito) dengan presiden ketika mereka berdua masih jadi Gubernur dengan Polda Jaya. Karena itu maka (Firli) di simpan di sana (KPK) untuk mengamankan,”ucap Abdullah Hehamahua. (Kukuh Subekti)