ITD NEWS— Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) yang juga Ketua Pusat Studi Ilmu Kepolisian FH UNISSULA Semarang, Dr. Muhammad Taufiq SH MH memberikan tanggapannya terhadap pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Selasa (6/12). Ada 14 pasal KUHP yang menurutnya sangat krusial untuk dikritisi.
“Ada sekitar 14 pasal, tapi saya akan yang krusial yang berurusan dengan negara dan berurusan dengan ketertiban umum,” kata Taufiq kepada ITD NEWS pada Selasa (6/12/2022).
“Kalau pasal-pasal kejahatan itu yang berusan dengan hukum publik itu biasa aja ada masalah, di setiap negara itu ada,” terangnya.
Keempat belas pasal yang dinilainya bermasalah diantaranya pasal 218 tentang menghina presiden dan wakil presiden dipidana 3,5 tahun. Kemudian menghina presiden di pasal 219 dihukum 4 tahun.
Lalu pasal 240 tentang menghina pemerintah dihukum 4 tahun, pasal 241 menyebarluaskan tulisan yang menghina pemerintah dihukum 4 tahun. Berikutnya Pasal 273 berdemonstrasi dikenakan pidana.
“Padahal kalau kita lihat, saya urutkan dulu Mahkamah Konstitusi, pada tahun 2006 sudah mencabut pasal penghinaan terhadap Kepala Negara,” ujar Taufiq.
Demo Wajib Izin Konyol dan Kemunduran Demokrasi
Aturan tentang perlunya izin jika akan berdemo terlihat konyol jika dibandingkan dengan era 1998. Pada saat itu bagi yang mau berunjukrasa cukup melakukan pemberitahuan. Tentu hal ini dinilai sebagai sebuah kemunduran.
“Dan yang konyol undang-undang 1998 tentang penyampaian di muka umum itu sekarang harus pakai izin . Kalau (1998) dibuat Pak Habibie hanya orang mau berdemo, (di) pasal 10 itu menyampaikan pemberitahuan,” ungkap Taufiq.
“Kalau ini tidak, ini harus pakai izin, jadi ini bener-bener undang2 yang melanggar hak-hak demokrasi warga negara dan ini kemunduran, tandasnya.
Ia juga menanggapi perihal argumen sejumlah menteri yang menyarankan agar pihak-pihak yang menolak KUHP yang baru untuk menggugat di Mahkamah Konstitusi. Itu merupakan langkah yang tidak bijak terutama jika mengacu azas due process of law.
“Kalau tanggapan menteri silahkan mengajukan ke Mahkamah Konstitusi itu tidak bijak, karena hukum itu berlakunya menggunakan asas due process of law memberlakukan hukum dengan cara tidak melanggar hukum hak-hak warga negara,” tegas Taufiq. (kukuh)