(IslamToday ID) – Rais ‘Aam PBNU KH Miftahul Achyar berseloroh saat berpidato pada Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar (Munas-Konbes) PBNU 2023, soal tahun politik. Ia mengatakan, saat ini warga Nahdliyin sedang menanti-nanti apa arahan dan instruksi dari PBNU terkait arah dukungan di dalam Pilpres 2024.
“Sepertinya ada yang dinanti, instruksi menghadapi tahun politik,” kata Miftah di Pondok Pesantren Al Hamid, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023).
“Kira-kira disampaikan ndak ya?” tanyanya dengan disambut riuh peserta yang hadir.
Menurut Miftah, warga Nahdliyin harus sedikit bersabar. Sebab, belum ada pasangan calon yang mendaftarkan diri ke KPU sebagai peserta Pilpres 2024.
“KPU belum menetapkan calon-calonnya. Kenapa kita tergesa-gesa? Saya kira bisa disimpan dulu masalah ini. Sabar,” pesannya dikutip dari Kompas.
Terlepas dari rasa penasaran soal arahan PBNU terkait Pilpres, Miftah justru mengajak kepada para Nahdliyin untuk bersama menyukseskan Munas-Konbes PBNU 2023 yang menjadi salah satu bukti terhadap eksistensi PBNU yang saat ini sudah berusia 1 abad atau 100 tahun sejak awal mula didirikan.
“Alhamdulillah sebagai suatu bukti PBNU hidup, ada pergerakan Munas-Konbes. Ini adalah sebagai bukti kita terus bergerak memperbaiki kekurangan, hal-hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka untuk mendampingi umat memenangi masa depan,” jelas Miftah.
Ia meyakini PBNU akan terus ada dan nyata dalam memberikan kemaslahatan untuk umat Islam. Khususnya untuk tahun-tahun yang akan datang hingga memasuki usia abad keduanya kelak.
“Tujuannya tidak lain untuk menyadarkan kita, satu abad lewat kita memasuki abad kedua, tunjukkan para pembaharu dan para penyegar anak-anak Nahdlatul Ulama,” tandasnya.
Miftah juga mengingatkan kepada segenap warga Nahdliyin bahwa salah satu organisasi Islam terbesar itu menjaga jarak dengan partai politik. “Bagaimana Nahdlatul Ulama menjaga jarak dengan partai politik, semua partai politik,” ujarnya.
Miftah menyinggung terdapat kader yang memanfaatkan identitas NU untuk kepentingan politik. Bahkan ketika telah masuk dalam kepengurusan partai politik, kader tersebut seolah lupa akan jati diri yang sesungguhnya.
Ia menyinggung adagium yang berlaku di NU bahwa NU memang tidak ke mana-mana, tapi bukan berarti mereka bebas ke mana saja. Warga Nahdliyin mesti bercermin atas identitas dirinya.
“Silakan Anda ke mana-mana. Tapi untuk menguji nyali Anda bukan larut di sana, bukan malah melebihi partai daripada Anda yang masuk ke partai itu,” katanya.
Ia mengatakan bahwa PBNU akan cukup ketat menertibkan internal mereka. Pasalnya, ketertiban menjadi modal untuk menjalankan organisasi dan meraih tujuan bersama. “Oleh karena itu mohon dimaklumi manakala PBNU sedikit agak kenceng menertibkan. Penertiban terjadi di mana-mana karena kita ingin kembali menertibkan,” pungkasnya. [ant/wip]