IslamToday ID – Ancaman klaster Pilkada makin terasa. Pasangan calon (paslon) kandidat kepala daerah dan petugas Bawaslu dinyatakan positif covid-19. Selain itu, komisioner dan petugas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) juga diwaspadai terpapar. Namun hingga saat ini pemerintah masih bersikukuh menggelar Pilkada Serentak 2020.
Padahal, di Surabaya, terdapat tiga calon kepala daerah yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Akibatnya seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Surabaya, petugas dan staf KPUD Kota Surabaya harus menjalani tes swab.
“Kami akan lakukan pemeriksaan swab, kepada seluruh petugas di KPU, jadi tidak hanya komisioner tapi semua petugas yang ada di KPU, atau diperbantukan di KPU akan dilakukan swab oleh pemkot,” Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Satgas Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser, dikutip dari cnnindonesia.com (10/9/2020).
Fikser menambahkan, pihaknya juga akan melakukan tindakan sterilisasi seluruh ruangan KPU. Terutama ruangan yang menjadi tempat pendaftaran peserta Pilkada Surabaya.
Terpisah, di provinsi Maluku Utara juga terjadi kasus serupa. 3 dari dari 46 pasangan calon yang mendaftar sebagai calon kepala daerah dinyatakan positif. Akibatnya mereka belum bisa mengikuti tes psikotes.“Total yang mengikuti psikotes ini baru 43 peserta, karena 3 peserta lain terkonfirmasi positif. Sejak tanggal 6-10 sudah 29 kandidat yang dites,” tutur Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Provinsi Maluku Utara Dewi Mufidatul Ummah pada (10/9/2020).
Ketua KPU RI, Arief Budiman mengatakan, sudah 60 orang calon kepala daerah yang dinyatakan positif Covid-19. Ia menjelaskan, 60 orang tersebut diketahui setelah para kandidat di 32 provinsi melakukan tes swab. Hasilnya sebanyak 60 calon di 21 provinsi di Indonesia dinyatakan positif. Sebelumnya pada Senin (7/9) data calon yang dinyatakan positif ada 37 orang. Jumlah tersebut terus bertambah. Pada hari Rabu (9/9) jumlah kandidat yang dinyatakan positif terkena virus korona mencapai 59 orang.
“Data calon yang dinyatakan positif saat pemeriksaan swab test, laporan sampai dengan hari ini jumlahnya mencapai 60 calon dinyatakan positif Covid-19,” ungkap Arief dalam Rapat Kerja KPU dengan Komisi II DPR RI, Kamis (10/9/2020).
Tak hanya paslon yang terinveksi covid-19, di Boyolali sebanyak 96 jajaran anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupeten Boyolali dinyatakan positif Covid-19.
“Kami temukan di salah satu kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Boyolali, hasilnya adalah 96 jajaran kami yang dinyatakan positif corona,” jelas Ketua Bawaslu Abhan dalam Rapat Kerjanya dengan Komisi II DPR (10/9/2020).
Sebelumnya, Bawaslu mencatat tahap awal proses pilkada diwarnai pelanggaran protokol kesehatan. Berdasarkan laporan Bawaslu sebanyak 316 pasangan calon kepala daerah di 243 daerah di Indonesia melanggar protokol Covid-19. Pelanggaran ini terjadi dalam kurun waktu tiga hari terhitung sejak tanggal 4 hingga 6 September 2020, di mana pada tanggal tersebut para kandidat melakukan pendaftaran ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di berbagai daerah di Indonesia.
Masih Mau Pilkada?
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti CW, JPPR, KIPP Indonesia, Kopel, Netgrit, Netfid, Perludem, PUSaKO FH Unand, Puskapol UI, Rumah Kebangsaan, PPUA Disabilitas, telah menginisiasi adanya petisi online untuk menunda Pilkada 2020. Petisi itu bahkan dibuat sejak 27 Mei lalu, dan kembali menguat sejak kasus Covid-19 bertambah parah.
“Pada dasarnya petisi tersebut belum pernah ditutup dan sampai hari ini pun masih ada yang ikut menandatangani. Terbuka kepada siapapun yang menginginkan penyelenggaraan pilkada yang sehat,” kata Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini (10/9/2020).
Titi mengemukakan pihaknya meminta agar perhelatan Pilkada 2020 ditunda hingga September tahun 2021. Opsi penundaan itu diambil bukan dalam rangka menunggu pandemi covid ini selesai, melainkan mempertimbangkan siapan pemerintah penyelenggara Pilkada. Ia menilai saat ini pemerintah dan penyelenggara pilkada belum siap meleyenggarakan pesta demokrasi di tengah pandemic.
Menurutnya, proses pelaksanaan pilkada yang sarat dengan pelanggaran protokol kesehatan harus di evaluasi. Selain itu ia menilai masih minimnya komitmen sejumlah pihak dalam penyelenggaraan Pilkada yang sehat. Melihat kondisi tersebut, menurutnya pemerintah tak boleh tutup mata. Sebaliknya, pemerintah harus membuka opsi penundaan pilkada.
“Jangan menutup diri pada kemungkinan penundaan pilkada, terutama atas kondisi obyektif melonjaknya tingkat kasus positif Covid-19 dan tingginya angka pelanggaran pada protokol kesehatan,” ujar Titi.
Penulis: Kukuh Subekti