(IslamToday ID) – Organisasi profesi tenaga kesehatan (nakes) akan mengajukan gugatan terhadap UU Kesehatan yang baru saja disahkan oleh DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi atau judicial review itu dilakukan lantaran UU Kesehatan dinilai mengesampingkan kesejahteraan para nakes.
“Kita harus mendapatkan dulu substansi undang-undang ini. Nah yang sangat realistis dalam waktu dekat ini, ya kita berusaha melakukan upaya untuk judicial review. Nah tentu pasal-pasal mana saja yang kita kira itu bertentangan dengan UUD 1945,” kata Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah, Rabu (12/7/2023).
Selain gugat ke MK, ia mengatakan, pihaknya juga akan mempertimbangkan melakukan mogok kerja nasional yang diikuti para nakes.
“Mogok nasional itu kan bagian dari opsi pergerakan dan perjuangan untuk menyampaikan aspirasi manakala deadlock kan. Dan ini kan sudah disahkan, apakah masih memungkinkan? Masih memungkinkan jika tujuan-tujuan kita juga belum tercapai,” ujarnya dikutip dari IDN Times.
Terpisah, saat menggelar demo di depan Gedung DPR, Harif menyebut PPNI bakal berkoordinasi dengan organisasi profesi tenaga kesehatan lainnya. Di antaranya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Diketahui, kelima organisasi itu jadi pihak yang menolak keras RUU Kesehatan sejak awal.
“Tapi memang mogok nasional itu dilakukan secara kolektif, dengan empat organisasi profesi yg lainnya. Dengan empat profesi yang lainnya. Oleh karena itu sampai hari ini kita masih terus mengkonsolidasikan itu supaya ini bisa terlaksana,” bebernya.
Kendati begitu ia juga memastikan mogok kerja nasional itu tak akan diikuti oleh nakes yang memang punya peran krusial bagi pasien.
“Kami sudah sepakati mogok kerja itu, kecuali di tempat-tempat yang critical seperti ICU, gawat darurat, kamar bedah, untuk anak-anak yang emergency itu tidak kita lakukan,” tutur Harif.
Sementara itu, Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi mengatakan penyusunan legislasi RUU Kesehatan hingga akhirnya disahkan menjadi undang-undang itu tak jauh beda dengan UU Cipta Kerja.
“Banyak substansi dari pasal-pasal dalam RUU Kesehatan ini yang berpotensi munculnya banyak pelanggaran hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara yang sejatinya dijamin oleh konstitusi kita, namun dalam RUU Kesehatan ini diabaikan sehingga berpotensi merugikan masyarakat luas,” kata Adib. [wip]