(IslamToday ID) – Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan Presiden Jokowi menginginkan putra pertamanya Gibran Rakabuming Raka menjadi presiden yang diawali dengan menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
“Kalau itu tidak usah ditanya, iya. Dengan dia (Jokowi) membiarkan pencalonan Gibran sama dengan ia mengharapkan, menginginkan pencalonan Gibran (sebagai cawapres),” kata Titi dikutip dari YouTube Hensat, Selasa (20/2/2024).
Menurutnya, kalau dari awal Jokowi tidak menghendaki Gibran maju dalam kontestasi Pemilu 2024, maka tentu akan menghalangi putusan MK.
“Kalau dia tidak menginginkan, ada putusan MK No 90 dia larang Gibran maju. Sama dengan teman kita yang naif mengatakan tidak akan diambil itu tiket. Ternyata kan diambil. Artinya sama-sama mau. Anaknya mau, bapaknya mau,” tutur Titi.
Menurutnya, sosok pemimpin yang baik adalah pemimpin yang konsisten dengan omongannya. Seperti diketahui pada mulanya Jokowi mengaku bahwa Gibran tidak akan maju dalam kontestasi Pemilu 2024 lantaran minim pengalaman dan usia yang belum cukup.
“Awalnya ketua umum tidak bisa masuk kabinet tapi ketum-ketum partai masuk kabinet. Lalu bilang anak-anaknya tidak tertarik politik, tapi anak-anaknya masuk politik. Itu kita bisa tahu kualitasnya seperti apa,” tuturnya.
Titi lantas menyoroti mengenai ambang batas pencalonan presiden yang diusung oleh partai atau yang disebut presidential threshold (PT) 20 persen. Menurutnya, seharusnya tidak ada ambang batas apabila ingin mendapatkan pemilu yang alamiah tanpa banyak rekayasa.
“Menurut saya kalau kita mau mendapatkan quotal effect yang alamiah dan koalisi yang natural, yang tidak transaksional maka ambang batas pencalonan presiden harus dihapuskan. Apakah kita punya peluang dengan konfigurasi pendukung 01 dan 03 konsisten berada di luar pemerintahan, bukan sebagai penganggu tapi kekuatan penyeimbang justru memperkuat sistem presidensialisme itu tidak mungkin berubah.”
“Karena putusan MK menyatakan open legal policy, kebijakan politik hukum terbuka. Buktinya Golkar, Gerindra, PAN tidak diuntungkan sama sekali dengan ambang batas pencalonan presiden. Bahkan mereka dipaksa untuk menyatu,” katanya.
Justru dengan tidak adanya ambang batas presiden, Titi memandang koalisi yang terjadi antara partai politik menjadi lebih alamiah bukan transaksional semata. [ran]